Tanggal 22 April telah ditetapkan sebagai hari bumi sejagat atau lebih kerennya Earth Day. Namun ironisnya, gema peringatan hari bumi ke-30 tersebut sepertinya kalah meriah dibandingkan dengan hiruk pikuk pesta demokrasi yang belum usai. Di tengah suhu politik yang kian menghangat, issu peringatan hari bumi sepertinya kurang menarik dan kurang eksotik untuk diperbincangkan. Karena pada kenyataanya, hampir semua media massa lebih senang mengangkat gosip tentang siapa yang akan menjadi calon presiden dan calon presiden. Atau potret bagaimana partai-partai sibuk ke sana ke mari menggalang kekuatan dan membangun koalisi.
Sejujurnya, kalau kita perhatikan dan renungkan, bumi ini kian renta. Kaki-kakinya lemah tak kuat lagi menahan beban ulah tangan-tangan semena-mena. Tangan-tangannya lunglai tak ada lagi tenaga tersisa untuk memberi penghidupan. Wajahnya pucat pasi karena darahnya telah dihisap sepanjang masa tanpa belas kasihan.
Waktu demi waktu berlalu bumi tempat kita berpijak ini kian mengkhawatikan. Suhu bumi makin panas, udara yang kita hisap penuh dengan polutan, bencana alam yang makin menggila terjadi di mana-mana, wabah penyakit makin meraja lela. Fenomena alam makin tak masuk akal.
Pedulikah kita pada bumi yang sedang meradang ini? Tegakah kita mewariskan kehancuran kepada anak-cucu dan generasi mendatang kelak?
Ayo kita selamatkan bumi!. Setiap orang dapat berkontribusi menyelamatkan bumi ini. Menanam sebatang pohon di halaman rumah, mengurangi penggunaan AC, menggurangi pemakaian bahan bakar, membuang sampah pada tempatnya, adalah hal-hal sepele namun apabila dilakukan secara konsisten sesungguhnya merupakan bagian dari gerakan menyelamatkan bumi dari kehancuran.
0 komentar:
Posting Komentar