Tak ada yang istimewa dengan bilik yang berukuran tak lebih dari satu meter persegi itu. Sangat sederhana. Tanpa atap, dan pintu, apalagi jendela. Namun dibalik semuanya, tersimpan sejuta misteri. Dari bilik itu harapan dan kecemasan berbaur menjadi satu karena elektabilitas para kandidat akan diuji. Dari bilik itu pula akan ditentukan siapakah pasangan capres dan cawapres yang akan melenggang menuju istana menjadi RI-1 dan RI-2.
Pesta demokrasi yang hingar-bingar, bahkan sempat memanaskan suhu politik di negeri ini, hanya tinggal kenangan. Kini, bilik suara itu hanya menjadi saksi bisu atas segala perilaku para peserta pemilu tanggal 8 Juli lalu. Kurang dari lima menit lamanya. Lewat goresan spidol hitam yang dicontrengkan diatas nomor urut, photo, maupun nama para kandidat sebagai tanda syahnya suara. Saat tinta di jari yang perlahan mulai menghilang. Pencontrengan di seluruh pelosok negeri pun telah usai. Tuntas sudah salah satu partisipasi anak bangsa dalam pesta demokrasi ini.
Memang, lewat tehnik Quick Count, siapa pemenang dalam pertarungan tanggal 8 Juli itu telah dapat kita proyeksikan lebih awal dari perhitungan manual versi KPU. Namun kini bilik suara itu masih menyisakan romantika bagi anak bangsa. Di kubu pemenang, tampak wajah-wajah penuh keriangan, di bibirnya senantiasa tersungging senyuman, matanya berbinar-binar, keceriaan terpancar jelas dari rona wajahnya saat menyaksikan deretan angka yang terus di update dari detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam yang tempampang jelas di layar kaca hampir semua statsiun TV Nasional. Rasa lelah, penat, jemu selama kampanye seolah lenyap, dan terbayar lunas dengan kemenangan yang diperolehnya. Apalagi ucapan selamat atas kesuksesan sang pemenang mengalir dari mana-mana menambah harumnya sebuah aroma kemenangan.
Sebaliknya, di kubu yang belum berkesempatan menjadi pemenang dalam pertarungan meraih tempat paling terhormat di negeri ini, kekecewaan dan kesedihan tak dapat disembunyikan dari para kandidat, tim sukses dan para pendukungnya. Walaupun ada senyum, seperti terasa hambar.
Kemenangan dan kekalahan adalah hal yang biasa dalam sebuah kompetisi. Inilah realita kehidupan. Namun sesungguhnya pemenang sejati bukanlah mereka yang berkalungkan medali, berdiri tegak di podium kemenangan, atau diukur dengan deretan angka-angka semata. Pemenang sejati adalah mereka yang kalau menang tidak lantas pongah, besar kepala, membusungkan dada, apalagi kalau sampai meremehkan sang lawan. Pemenang sejati adalah mereka yang kalau menang tetap rendah hati, dan manakala kalah mereka tetap berbesar hati. Siapapun yang bersikap seperti ini pada hakekatnya adalah pemenang dalam sebuah pertarungan.
Kemenangan sejatinya bukanlah tujuan akhir. Kemenangan hari ini adalah langkah awal untuk merealisasikan program yang telah ditawarkan, menunaikan segala janji-janji selama kampanye, menyelesaikan persoalan-persoalan yang masih tertunda, dan memperbaiki segala kekurangan di masa silam.
So, buang jauh pikiran untuk menggelar pesta kemenangan. Lupakan saja sorak sorai dan tepuk tangan yang dapat meninabobokan. Abaikan pula segala ucapan selamat dan puja-puji. Karena tantangan telah menghadang. Rintangan ada di depan mata. Dan, impian tentang masa depan harus segera diwujudkan.
1 komentar:
Hm... Pemilu presiden udah kelar. Sekarang, proses tabulasi sedang berlangsung. Sang incumbent menang sementara dan kita sebagai rakyat kini hanya bisa nunggu janji-janji manis sang incumbent dan yang juga sang pemenang "amanat" selama kampanye. Just wait and see.
Pemilu katanya pesta rakyat/demokrasi. Artinya, ketika pemilu selesai, rakyat kembali sengsara, kembali menderita mungkin :)
Oke, ane tunggu kedatangannya dan komentarnya :)
Best regards,
Irfan Melodic Nugroho
http://melodic-4.blogspot.com
http://news-fact.blogspot.com
Posting Komentar