Jumat, 21 Agustus 2009

Marhaban Yaa Ramadhan!

Selamat datang bulan suci Ramadhan! Aku menanti dalam kerinduan yang dalam, seraya berharap secercah cahaya datang. Cahaya Illahi penerang hati yang sedang gelap gulita, penenang sukma yang sedang gundah gulana. Karena Engkau telah menjanjikan sejuta keutamaan di bulan suci ini. Engkau melipatgandakan pahala setiap amal kebaikan. Engkau ampuni dosa-dosa walau tak terbilang jumlahnya. Engkau limpahkan karunia bagi siapa saja yang dikehendaki.

Bulan suci Ramadhan akan kembali datang. Hanya tinggal dalam hitungan jam. Dan telah kuteguhkan hati ini, kubulatkan tekad di dada dan akan kusambut dengan sepenuh hati, dengan linangan air mata suka cita, kedatangan bulan suci ini agar ia tidak pergi dan terlewati tanpa arti.

Bulan suci Ramdhan adalah ajang yang tepat untuk berlatih diri menahan emosi yang sering tak terkendali, membersihkan hati yang telah terkontaminasi virus-virus menghancurkan, melawan segala godaan syetan yang selalu menyesatkan dan menjerumuskan.

Bukankah pada intinya puasa di bulan Ramadhan adalah pembiasaan diri untuk melatih kesabaran? Kesabaran untuk menahaan perut dan kemaluan dari memperturutkan syahwat. Kesabaran untuk menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki dan semua anggota badan dari berbagai perbuatan dosa. Serta kesabaran untuk menahan diri dari berbagai perbuatan yang rendah dan pikiran-pikiran yang tidak berharga.

Semoga, Ramadhan kali ini, bukan aneka sajian hidangan lezat di meja makan yang selalu aku pikirkan. Bukan gemerlap pakaian dan perhiasan indah yang selalu ada dalam ingatan. Melainkan karunia, hidayah dan ampunan Tuhan yang seharusnya aku impikan. Melainkan kemuliaan sebagai hamba Tuhan yang seharusnya aku rindukan.

So, untuk para blogger mania, untuk para sahabat Renungan Senja, dan untuk sahabat-sahabat dengan keyakinan yang sama, aku ingin mengucapkan:

SELAMAT MENJALANKAN IBADAH PUASA
Mohon Maaf Atas Segala Kesalahan
Semoga Puasa Kita Diterima Oleh-Nya

Wassalam!

Minggu, 16 Agustus 2009

Cuci Otak

Pasca tragedi bom bunuh diri di hotel Ritz Charlton dan JW Mariot beberapa waktu silam, istilah cuci otak alias brainwash menjadi sangat populer. Apalagi setelah diketahui bahwa kejadian yang memilukan itu ternyata melibatkan pemuda-pemuda yang masih muda belia yang konon katanya telah mengalami proses cuci otak.

Istilah cuci otak sendiri, diartikan sebagai proses menghilangkan pendapat, keyakinan dsb. yang ada dan menggantinya dengan yang baru dengan cara paksa dan siksaan psikis dan fisik.

Dalam pemahaman sederhana cuci otak ibarat proses meng-install ulang program komputer dengan program baru yang diinginkan oleh sang penggunannya, sebagian atau seluruhnya. Nah, persoalan yang muncul kemudian adalah apakah program yang diinstall ulang itu adalah program yang original, certified, ataukah program aspal yang telah bercampur aduk dengan malware, atau virus yang justru bukan peningkatan kinerja yang diperoleh, melainkan sebaliknya kerusakan bahkan kehancuran.

Pemahaman umum tentang cuci otak selalu negatif. Hal ini dapat dimengerti, lantaran proses rekayasa pikiran dan keyakinan ini seringkali berhubungan dengan upaya dan tujuan melawan hukum, seperti terorisme dan bom bunuh diri, misalnya. Lantas, kalau cuci otak itu sebuah proses rekayasa pikiran dan keyakinan dari pikiran dan keyakinan lama yang negatif menjadi pikiran dan keyakinan baru yang positif, apakah ini juga bermakna negatif?

Karena boleh jadi otak kita pun saat ini harus sudah dicuci bersih dari segala pikiran kotor, dari debu-debu kemunafikan, dari kontaminasi virus-virus kemaksiatan agar kembali kinclong. Bukankah pikiran yang ingin selalu memperkaya diri, sikap tidak peduli terhadap penderitaan sesama, sikap yang selalu menghalalkan segala cara demi untuk sebuah tujuan adalah virus-virus kehidupan yang harus kita hilangkan? Bukankah sikap yang selalu merasa rendah diri, pesimis, pemalas, berkeluh kesah adalah virus-virus kesuksesan yang harus kita singkirkan?Bukankah sikap yang selalu mendewakan harta dan tahta pun adalah virus-virus kehidupan yang harus kita singkirkan lantaran akan membawa manusia kembali ke titik nadir peradaban?Bukankah semakin meredupnya api semangat kebangsaan dan rasa cinta terhadap tanah air, makin melemahnya jati diri sebagai bangsa yang merdeka adalah pertanda bahwa pikiran dan keyakinan bangsa ini harus dilakukan install ulang?

So, kalau piring, perabotan di rumah saja harus selalu dibersihkan agar terbebas dari kototan. Kalau halaman dan taman pun selalu kita bersihkan agar terjaga keindahannya. Maka sudah selayaknya pikiran dan keyakinan kitapun kita bersihkan dari segala debu dan kotoran agar kembali berfungsi sesuai dengan fitrah Tuhan.


Sabtu, 15 Agustus 2009

Hiburan Tujuh Belas Agustus

Anda ingin melepaskan sejenak rasa penat di kepala setelah sepanjang pekan disibukan pekerjaan dan beban kehidupan yang tak berkesudahan? Atau Anda ingin mencari hiburan akhir pekan yang menyenangkan tetapi tidak perlu menguras anggaran? Atau Anda ingin melemaskan urat saraf tanpa harus pergi ke panti pijat?

Kalau ya, maka akhir pekan ini saat yang tepat. Tak perlu pergi jauh-jauh untuk berlibur akhir pekan yang dapat menghabiskan anggaran. Pasalnya, hampir dapat dipastikan di sekitar tempat tinggal kita akan digelar beragam hiburan lucu dan menarik yang bisa melupakan segala beban pikiran. Hiburan hasil kreasi warga sekitar dalam rangka memeriahkan peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-64. Sebuah tradisi tahunan yang telah diwariskan dari generasi ke generasi.

Ada banyak acara lomba digelar. Mulai dari balap karung, panjat pinang, balap bakiak, lomba menangkap belut di ember, lomba melintasi batang bambu di atas sungai, tarik tambang, lomba makan kerupuk, lomba menangkap bebek atau ikan di kolam, hingga acara dangdutan. Makin kreatif panitia penyelenggara, makin asyik acaranya. Makin banyak dana swadaya terkumpul, makin meriah acaranya.

Nah, kalau biasanya kita hanya menjadi penonton saja, maka tidak ada salahnya kali ini kita terlibat langsung menjadi peserta lomba tujuh belas agustusan. Pilih saja satu atau dua perlombaan yang akan diikuti. Hanya saja, hati-hati jangan memaksakan diri untuk ikut lomba panjat pinang kalau kita sedang sakit pinggang atau kita mengidap penyakit ketinggian karena itu bisa membahayakan kesehatan diri kita sendiri.

Pada mulanya ada perasaan canggung, segan dan malu terkadang menggelikan saat harus ikut sepakbola dengan pakaian wanita, atau harus makan kerupuk sambil mata ditutup, atau harus jatuh bangun saat ikut lomba balap karung. Namun lama-lama kita akan menikmatinya. Dan dapat dipastikan itu semua yang kita lakukan tersebut akan memberikan pengalaman batin yang luar biasa. Seru dan menyenangkan! Pikiran kita akan terasa nyaman dan rileks, bebas dari tekanan.

Acara tujuh belas agustusan, selain menjadi sarana hiburan yang murah, juga dapat menjadi ajang kita mempererat tali silaturahmi dengan para tetangga yang karena kesibukan sehari-hari jarang kita lakukan. Maka meluangkan waktu untuk ikut terlibat dalam pesta rakyat itu merupakan hal yang amat positif.

Kepedulian kita pun setidaknya memberikan gambaran sedalam apa cinta kita pada negeri ini, setinggi apa hormat kita pada pejuang yang telah merelakan darah dan nyawanya untuk kemerdekaan negeri ini.

Dirgahayu Republik Indonesia!

Kamis, 13 Agustus 2009

Panjat Pinang Yang Kukenang

Perlombaan ini kerapkali menyemarakan perayaan peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia tanggal 17 Agustus. Acara rakyat yang menghibur, menantang sekaligus menguras tenaga bagi yang para pesertanya. Walaupun bukan semata ingin merebut hadiah yang digantung dipuncak batang pohon pinang yang menjulang, namun tetap saja semakin banyak hadiahnya, semakin menarik perlombaannya.

Perlombaan ini demikian memasyarakat. Buktinya? Meskipun saat ini sudah jarang digunakan batang pohon pinang, lantaran sudah semakin langka, permainan tersebut tetap saja dinamakan panjat pinang, bukan panjat bambu, karena tiang panjatannya dari batang bambu.

Perlombaan ini, selain dapat diikuti oleh orang-orang dewasa, juga anak-anak. Pokoknya, asal tidak memiliki penyakit takut ketinggian atau altophobia, siapapun boleh mengikutinya. Hanya saja, entah mengapa saya belum pernah melihat 'wanita' ikut meramaikan permainan ini. Padahal itu tidak ada larangan. Mungkin karena alasan lain? Apa? Entahlah...

Sejatinya perlombaan ini bukan hanya menjadi ajang hiburan saat perayaan hari kemerdekaan semata. Dibalik itu semua terkandung pilosofi tentang nilai-nilai dan semangat perjuangan yang patut menjadi bahan renungan dan pelajaran kita semua.

Untuk menjadi pemenang dan meraih hadiah yang ada di puncak tiang, para peserta harus mampu mengatasi beratnya rintangan, yaitu licinnya batang pinang tanpa pegangan, yang bukan hanya akan menguras tenaga melainkan juga dapat membuat frustasi. Bukan hanya diperlukan semangat membara melainkan juga mental baja pantang menyerah. Dan seperti itu gambaran bagaimana beratnya para pejuang bangsa ini saat merebut kemerdekaan negeri ini dari cengkraman kaum penjajah. Setiap jengkal bumi yang kita pijak disitulah ada tetesan darah yang mengalir dari para penjuang negeri. Udara yang kita hirup menjadi saksi bisu jutaan nyawa yang meregang demi untuk kemerdekaan.

Selain itu, perlombaan panjat pinang bukanlah perlombaan individualis, melainkan permainan kolektif. Sangatlah tidak mungkin meraih kemenangan sendiri-sendiri tanpa adanya kerjasama tim. Satu sama lain saling membutuhkan, saling ketergantungan, sehingga diperlukan kerjasama bahu membahu tanpa pandang bulu. Lihatlah bagaimana setiap peserta harus merelakan bahunya bahkan kepalanya dijadikan pijakan oleh peserta lainnya. Bagaimana seorang peserta dengan sekuat tenaga mendorong pantat sang peserta untuk dapat merangkak naik lebih tinggi lagi. Dalam permainan ini, bukan persoalan siapa yang lebih dulu meraih puncak, namun bagaimana setiap peserta dapat bekerja sama untuk meraih tujuan bersama.

Kerjasama, kerelaan berkorban untuk sebuah tujuan bersama, adalah nilai-nilai dan semangat yang dicontohkan oleh para pejuang negeri ini. Bukankah kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan seluruh rakyat dan bangsa Indonesia, tanpa mengenal agama, suku bangsa, juga status sosial. Kemerdekaan bukanlah hasil perjuangan sekelompok orang yang namanya dicatat dalam buku-buku sejarah saja. Kemerdekaan adalah milik semua. Semangat kebersamaan itulah yang semestinya dapat kita pertahankan ditengah semakin derasnya arus perubahan zaman dimana ada kecenderungan untuk lebih mementingkan kepentingan golongan, kelompok daripada kepentingan bangsa dan negara.

Negeri ini hanya akan maju dan bertahan dari kehancuran manakala kita mampu berpegang teguh pada nilai-nilai dan semangat Bhineka Tunggal Ika, semangat persatuan dalam keragaman.

Semoga perlombaan panjat pinang ini masih dapat dipertahankan, walau hanya batang bambu yang kita gunakan. Semoga kita dapat memetik pelajaran dan menjadi bahan renungan dari permainan yang menarik dan menjadi bahan tertawaan itu. Semoga kita dapat meneruskan cita-cita para pejuang negeri ini. Dirgahayu Indonesia! Semoga Indonesia semakin jaya!


Selasa, 11 Agustus 2009

Jelang Hari Kemerdekaan

Tanggal tujuh belas Agutus sebentar lagi kan kita jelang. Geliat peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-64 itu sudah mulai dirasakan. Rumah-rumah, gedung-gedung perkantoran, pusat-pusat pertokoan, serta jalan-jalan mulai berhias diri. Bendera, baligho, dan umbul-umbul pun telah mulai dipasang. Suasana desa dan kota terasa lebih semarak dari hari-hari biasanya.

Dari banyak hari bersejarah, peringatan HUT RI selalu paling meriah dirayakan di negeri ini. Bahkan berbagai kegiatan dan acara hiburan selalu menyertainya: panjat pinang, balap karung, tarik tambang, hingga acara hiburan musik dangdut. Lewat beragam acara menarik yang digelar paling tidak kita dapat melupakan sejenak rasa cemas dan khawatir akan munculnya berbagai aksi teror bom dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak berperikemanusiaan seperti yang telah terjadi beberapa waktu silam. Menghilangkan rasa penat selepas pesta demokrasi dengan segala romantikanya. Pun melupakan sejenak segala pilu akan masa lalu.

Namun demikian, semestinya peringatan HUT RI itu bukan hanya menjadi acara seremonial formal semata. Lebih dari itu, peringatan HUT RI itu harus menjadi momentum untuk mengoreksi segala kesalahan dan kekurangan di masa lalu, mempererat tali-tali persatuan yang sempat renggang, menyalakan api semangat juang yang sempat redup, memperkokoh jati diri bangsa yang mulai gamang, serta merajut benang-benang harapan yang sempat hilang.

Bukankah kita menyadari bahwa kemerdekaan adalah buah dari perjuangan yang tidak berkesudahan untuk sebuah keyakinan dan impian tentang masa depan dari para pejuang negeri ini. Untuk itu semua, harta benda rela mereka korbankan, bahkan darah dan nyawa pun tulus ikhlas mereka persembahkan untuk tegaknya sebuah negara dan berkibarnya sang saka merah putih di bumi nusantara. Tiga ratus lima puluh tahun lebih dalam penderitaan adalah harga yang harus dibayar untuk sebuah kemerdekaan. So, sangatlah tidak pantas kalau kita menyia-nyiakan harta benda yang telah hilang, darah yang telah menetes, nyawa yang telah meregang dari para pejuang bangsa ini.

Walaupun nama para pahlawan dan pejuang telah kita lupakan. Walaupun lagu kebangsaan Indonesia Raya telah jarang kita kumandangkan. Walau teks proklamasi pun boleh jadi sudah menghilang dari ingatan. Walaupun peringatan tujuh belas agustusan sudah enggan kita ikuti. Semoga, rasa cinta masih tertanam dalam dada dan relung jiwa setiap anak bangsa. Semoga semangat juang untuk mengabdi masih terpatri di hati anak negeri. Bukankah bangsa yang besar adalah bangsa yang mau dan mampu menghargai sejarah bangsanya sendiri?

Semoga darah dan tulang kita masih merah putih. Jiwa raga kita masih Indonesia.


Senin, 10 Agustus 2009

Lebih Baik Tidak Sakit Gigi

Saya belum paham betul alasan mengapa Meggi Z. dalam salah satu lagunya mengatakan bahwa, daripada sakit hati, lebih baik sakit gigi. Karena menurutku, kedua-duanya bukanlah pilihan. Dan kalau boleh memilih, lebih baik tidak sakit hati dan tidak sakit gigi. Hehehe....

Walaupun barangkali 'sakit hati' lebih lebih susah dicari obat penawarnya, lebih sulit didiagnosanya, lebih lama disembuhkannya, serta lebih sakit dirasakannya, ternyata, sakit gigi pun bukanlah sesuatu yang menyenangkan. Emang sih, mana ada sakit yang enak, bukan?

Ternyata sakit gigi tetaplah menyakitkan. Dan itulah yang sedang kualami sejak kemarin pagi hingga hari ini. Salah satu gigi gerahamku yang sudah lama berlubang itu kumat lagi. Bahkan gusiku sedikit bengkak.

Penyebabnya sendiri saya tidak tahu persis. Entah karena pola makan yang kurang baik, atau mungkin karena cara pemeliharaan gigi yang kurang baik. Hanya saja, satu hal yang pasti, aku malas memeriksa kesehatan gigiku yang sebenarnya dianjurkan paling tidak enam bulan sekali. Sayangnya, aku hanya pergi ke dokter gigi kalau gigiku terasa sakit saja. Selebihnya, tidak pernah. Entah malas, atau alasan lain. Itu bukanlah kebiasaan yang baik.

Walau kata Meggi Z. sakit hati lebih menyakitkan dibandingkan sakit gigi, tetapi manakala gigi yang sakit ini berdenyut, hidup ini begitu tersiksa, seperti dalam neraka. Saat nyut..nyut...nyut... dengan irama tetap terasa dimulut yang bengkak, saat itulah penderitaan dimulai. Mau makanan dan minum tidak nyaman, mau tidur mata tidak bisa dipejamkan, dan mau melakukan apapun seperti salah tingkah. Bahkan bawaannya ingin marah-marah melulu untuk sesuatu yang tidak perlu.

Kalau sakit gigi saja membuat tidak nyaman dan tidak enak badan, saya tidak dapat membayangkan bagaimana kalau seseorang sedang sakit hati. Sakit hati karena cinta yang putus ditengah jalan, karena kekasih yang diidamkan pindah ke lain hati, atau karena orang yang kita cintai ternyata menghianati. Pastilah ia lebih menderita dan tersiksa daripada orang yang sakit gigi. Pun tidak pernah ada khabar orang yang depresi, bahkan bunuh diri lantaran sakit gigi. Tetapi kalau yang depresi dan bunuh diri lantaran sakit hati bukanlah sesuatu yang aneh lagi. Itu sering terjadi di seantero bumi.

Beruntunglah aku hanya sakit gigi. Lantaran dengan hanya dua tablet analgesic yang aku beli di minimarket pun telah cukup menghilangkan nyut-nyut-nyut-an digusiku. So, walau gusi ini masih bengkak, ternyata aku masih bisa berselancar di dunia maya, masih bisa menulis, juga masih bisa melakukan aktivitas lainnya.

Namun apapun juga, menurutku tetap saja lebih baik tidak sakit gigi dan juga tidak sakit hati.


Sabtu, 08 Agustus 2009

Selamat Jalan Sang Legenda

Padahal belumlah kering air mata ini saat mengiringi kepergian sang pelantun lagu 'Tak Gendong' itu ke pangkuan Tuhan beberapa hari silam. Padahal masih terngiang isak tangis para keluarga, sahabat, dan penggemarnya saat mengantar sang penyanyi gimbal yang fenomenal itu ke tempat peristirahatan terakhirnya. Padahal masih ada duka dalam dada ini saat harus kehilangan untuk selama-lamanya sang seniman jalanan yang lewat karya-karyanya yang 'aneh dan lucu' namun dapat menjadi 'obat penawar stress' di tengah kepenatan menjalani hidup saat ini.

Namun, tidak lama berselang, seorang budayawan ternama, penyair dan sastrawan hebat, W.S. Rendra telah tiada. Ia telah meninggalkan kita semua di usia senja. Kini, Si Burung Merak itu tengah terbang menuju istana keabadian menyusul sahabat sejatinya, Mbah Surip. Kaget dan sedih yang tak bisa disembunyikan. Lagi-lagi kita harus merelakan kehilangan orang-orang yang telah memberikan arti dan warna bagi kehidupan anak-anak bangsa di negeri ini.

Selamat jalan sang legenda!
Semoga engkau tenang di alam baqa.

Memang engkau telah tiada, meninggalkan kita untuk selama-lamanya. Memang engkau tak akan bisa menyapa kita lagi lewat gaya dan ekspresimu yang telah melegenda. Namun, semua karsa dan karyamu tak akan pernah hilang dalam ingatan anak-anak negeri ini. Puisi-puisimu akan selalu dibacakan dalam setiap kesempatan, gaya panggungmu yang menawan akan selalu dikenang sepanjang masa, sikap kritismu yang merupakan harta tak ternilai akan diwariskan dari generasi ke generasi, dan semangat juangmu hingga akhir hayat telah memberi motiasi dan inspirasi bagi seluruh anak negeri ini.

Memang engkau telah tiada. Namun kepergianmu tidaklah sia-sia. Karena engkau adalah laksana gajah yang mati dengan meninggalkan gadingnya, ataupun laksana harimau yang mati dengan meninggalkan belangnya. Dan kita bisa mengambil hikmah darinya, agar hidup kita dapat memberi makna pada sesama. Agar kepergian kita ditangisi, bukan dicaci. Akar kepulangan kita dikenang, bukan dibuang.

Kini, sang legenda tengah menghadap Tuhan. Para pengantarpun satu demi satu mulai meninggalkan tempat pemakaman dengan penuh kesedihan. Namun jangan pernah kita lupakan, karena kitapun pasti akan pulang ke haribaan Tuhan. Walau tak pernah ada yang tahu kapan kematian itu datang. Boleh jadi hari ini kita mengantar, esok lusa kita diantar. Boleh jadi hari ini kita yang mengubur, esok lusa kita yang dikubur. Karena inilah fitrah kehidupan.


Jumat, 07 Agustus 2009

Kerinduan Itu Kembali Datang

Dua puluh satu Juli 2009. Itulah tanggal terakhir aku posting. Cukup lama juga aku tak up-date blogku ini. Hampir delapan belas hari aku 'mengasingkan diri' dari hingar-bingar dunia maya. Dan selama itu pula aku tak sempat menyapa kawan-kawanku yang selama ini menjadi 'teman kencan' disaat malam selepas tugas kerja sepanjang petang.

Bukan keinginanku. Tapi situasilah yang memaksa aku sejenak memendam hasrat untuk blogwalking maupun chatting. Waktu dan pikiranku tersita pada urusan di dunia nyata lantaran selama hampir seminggu, istriku harus menjalani rawat inap di rumah sakit akibat penyakit demam berdarah.

So, selama itu pula pikiranku tersita pada angka-angka trombosit dan leukosit yang tertera pada lembaran kertas hasil test laborat. Angka-angka yang cukup mencemaskan dan membebani pikiran lantaran angka-angka itu menjadi salah satu indikator membaik atau memburuknya kondisi kesehatan seseorang. Angka-angka itu pulalah yang membuat aku melewatkan berita duka atas kematian mendadak sang idola baruku, Mbah Surip beberapa waktu lalu.

Alhamdulillah, ia mulai membaik. Angka trombosit-nya mulai ketitik normal. Hanya perlu istirahat yang cukup dan banyak minum angkak ataupun jus kurma, yang konon katanya dapat mepercepat pemulihan kondisi kesehatan seseorang yang terkena penyakit demam berdarah.

Kini beban pikiran mulai hilang. Kerinduan untuk blogging pun kembali datang. Kerinduan untuk menulis, merenung dan melepaskan segala unek-unek di blog kesayanganku. Kerinduan untuk menyapa sobat-sobat blogger setelah sekian lama aku tinggalkan. Kerinduan untuk merespon komentar yang tercatat pada 'guest book' blog-ku. Dan tentu saja kerinduan untuk meningkatkan Google PageRank, maupun memperbaiki Rank Alexa. Hehehe....

Wassalam!


Selasa, 21 Juli 2009

Kampungku Yang Slalu Kurindu

Bagi para penggila sepakbola, kegagalan jawara Liga Inggris, Manchester United melakoni laga persahabatan dengan Indonesia All Stars tanggal 20 Juli beberapa hari lalu pastilah menyisakan kekecewaan mendalam, termasuk juga diriku. Harapan menyaksikan langsung aksi-aksi nan menarik dari para pemain kelas dunia yang penuh talenta, rupanya harus dikubur dalam-dalam selepas bom yang mengguncang Jakarta Jumat pagi hari itu.

Walaupun rasa kecewa itu sulit dicari obat penawarnya, tetapi musibah itu ternyata membawa hikmah. Lantaran gagal pergi ke Senayan, akhir pekan ini, aku bisa berlibur ke kampung halamanku. Sebuah kampung di kaki gunung Galunggung, kira-kira 15 kilometer dari pusat kota Tasikmalaya. Sebuah kampung dengan sejuta cerita dan segudang kenangan indah masa silam.

Kini, tentu saja kampungku telah banyak berubah seiring perkembangan zaman dan berlalunya waktu. Hawanya tak sesejuk dulu lagi akibat Global Warming yang tak terhindarkan. Air sungai tempat aku dan kawan-kawan berenang sehabis sekolah tak sejernih dulu lagi lantaran bercampur lumpur erosi di bagian hulu. Pohon-pohon tua yang rindang dan terkadang menakutkan sudah banyak ditebang untuk bahan bangunan. Sawah-sawah yang terhampar luas telah banyak yang beralih fungsi menjadi rumah-rumah penduduk.

Walaupun kampungku tak seperti dulu lagi, kerinduanku akan kampung halaman tak pernah bisa hilang. Ada kenangan indah masa silam yang takan bisa dilupakan. Saat berlarian disepanjang pematang sawah mengejar layang-layang putus. Saat bermain perang-perangan dengan senjata dari batang pelepah pisang. Saat bermain bola di tengah genangan lumpur. Saat bermain petak umpet di bawah temaram sinar bulan purnama.

Kampungku itu pun tak mungkin aku lupakan sampai akhir hayat dikandung badan. Karena disanalah aku pertama kali mengenal makna cinta sejati. Cinta yang hanya memberi dan tak harap kembali seperti sinar mentari. Cinta yang tak lekang dimakan jaman, tergerus waktu. Adalah cinta orang tua yang kini sudah semakin renta. Yang dalam setiap desah nafasnya, detak jantungnya, tutur katanya adalah do'a tanpa jeda.

Ya, ..walau pemandangan alamnya tak seindah dulu, air sungainya tak sejernih dulu, hawa udaranya tak sesejuk dulu, orang-orangnya tak seramah dulu, semangat gotong royongnya tak sekuat dulu, kampungku selalu aku rindu. Karena masih ada kedamaian dan kebahagiaan di sana. Karena masih ada gemercik air pancuran, cicit burung, nyanyian katak, yang dapat mengingatkan kembali akan kenangan indah masa silam.

Kampungku Selalu Aku Rindu............

Sabtu, 18 Juli 2009

Saat Tuhan Berkehendak Lain

Manusia boleh punya segudang rencana, tetapi Tuhan jualah yang membuat ketetapan. Kehendak-Nya mutlak tak bisa ditolak. Ketetapan-Nya pasti tak bisa dihindari. Dialah Sang Maha Sutradara atas drama kehidupan segenap mahluk-Nya. Segalanya sesuatu telah ditentukan oleh-Nya tanpa seorangpun mengetahuinya. Segala sesuatu tak ada yang luput dan terlewatkan. Semuanya telah diperhitungkan dengan segala kesempurnaan-Nya.

Seperti itulah kehidupan. Penuh romantika dan misteri. Tak pernah ada yang tahu apa yang akan terjadi esok hari. Tak ada yang menyangka tragedi kemanusiaan itu terjadi lagi di negeri ini. Tak ada yang mengira citra Indonesia kembali tercoreng selepas bom yang meledak Jumat pagi hari itu. Dan tak ada yang membayangkan jika lawatan klub elite dunia, Machester United (MU) yang telah direncanakan dengan begitu matang harus dibatalkan seketika. Juga tak pernah membayangkan jika impian menonton langsung klub kesayangan dari negeri seberang itu kini hanya tinggal kenangan.

Padahal, karcis pertandingan telah ada ditangan. Rencana pemberangkatan ke istora Senayan telah disusun matang. Bahkan agenda kegiatan lain terpaksa diabaikan demi sebuah tontonan pemuas keinginan tangal 20 Juli mendatang. Tetapi itulah kenyataan. Tuhan ternyata punya rencana lain. Perhelatan paling akbar dalam sejarah sepakbola di tanah air ini urung dilakukan selepas kota Jakarta diguncang bom yang menelan puluhan korban tanpa dosa.

Ingin aku bersedih apa yang tengah terjadi. Meratapi karena impian indah itu tak menjadi kenyataan. Bahkan ingin aku bertanya pada Tuhan mengapa bencana itu datang tanpa pemberitahuan. Mengapa bencana itu datang disaat bangsa ini sedang menatap masa depan dengan penuh harapan.

Tetapi aku sadar, bahwa menyesali apa yang telah terjadi tiada berarti. Berlarut dalam kekecewaan tak akan membawa kebaikan. Terlena dalam kesedihan tidak akan menyelesaikan persoalan. Mengharapkan kembali sesuatu yang telah hilang tidak akan membawa kebahagiaan. Mengomel, mengeluh, dan menyalahkan tidak akan mengembalikan keadaan.

Bersabar dan berlapang dada adalah pilihan paling bijak. Kemurungan harus aku buang. Kesedihan harus aku tepis. Kegelisahan harus aku sembunyikan. Karena ini semua adalah ketentuan Tuhan. Dan Tuhan pasti punya rencana lain yang lebih baik, yang tidak pernah kita ketahui dan kita bayangkan.

Inilah sebuah hikmah kehidupan. Manusia hanya merencanakan, tetapi Tuhanlah yang menentukan.

So, ditengah ketidakpastian apakah ongkos tiket itu akan dikembalikan, aku hanya bisa berharap semoga masih ada kesempatan kedua. Kesempatan yang lebih baik. Bukan hanya menonton MU di Senayan, melainkan menonton mereka berlaga di Theatre of Dreams. Bermimpi? Bisa jadi. Tetapi kalau Dia Maha Kuasa membatalkan setiap rencana, maka Dia pun Maha Kuasa untuk mewujudkan setiap rencana manusia. Semoga!

Jumat, 17 Juli 2009

Jakarta Membara, Indonesia Berduka

Saat mentari baru saja memberikan kehangatannya. Saat sebagian besar anak-anak bangsa sedang bergiat mengais rezeki. Saat penggila sepak bola tak sabar menanti kedatangan tim elite dunia Manchester United (MU) di tanah air. Saat kita tengah bersuka cita atas suksesnya penyelenggaraan pesta demokrasi di negeri ini beberapa waktu lalu. Saat bangsa ini tengah menatap masa depan dengan penuh harapan dan optimisme.

Pagi hari itu. Tanggal tujuh belas Juli. Sekitar jam delapan kurang sepuluh menit. Kita semua terhentak, terguncang dan terperanjat kala mendengar berita adanya bom meledak lagi di Ibukota. Kali ini, Hotel The Ritz-Carlton dan JW Marriott yang menjadi sasaran aksi teror. Jakarta membara, Indonesia kembali berduka.

Jerit tangis membuat hati ini miris. Rintihan kesakitan membuat jiwa ini meradang. Ada puluhan korban cedera, sembilan orang dikabarkan meninggal dengan kondisi tubuh mengenaskan. Mereka tak berdosa, tapi mereka binasa. Menjadi korban tangan-tangan tanpa perikemanusiaan.

Kini, tragedi kemanusiaan itu telah terjadi. Korban telah berjatuhan, yang trauma, cedera bahkan binasa. Dampak teror pun telah mulai dirasakan, mulai dari pembatalan kunjungan MU, travel warning, maupun pembatalan kunjungan wisata dari beberapa negara. Semua itu akan berdampak buruk dan sangat merugikan bangsa indonesia yang sedang tertatih-tatih bangkit dari pengaruh krisis ekonomi global.

Memang, masa silam tak bisa kita ulang. Takdir telah ditetapkan Tuhan. Namun, semoga kejadian memilukan ini tidak lagi terulang. Semoga Pemerintah dan aparat berwenang mampu bertindak cepat dan tepat untuk mengungkap, menangkap dan mengadili para pelaku tanpa pandang bulu. Semoga Pemerintah dapat memberikan keyakinan atas keamanan dan ketentraman hidup di negri ini. Semoga kejadian ini pun membawa pelajaran agar kita lebih waspada, agar kita lebih meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Kita hanya bisa melawan teroris kalau semua komponen anak bangsa ini bersatu. Sehingga tak tersisa lagi ruang bagi tangan-tangan jahil mengoyak-ngoyak negeri ini.

Untuk saudara-saudaraku yang sedang tertimpa bencana. Tak ada yang bisa aku lakukan, selain mengucapkan:

TURUT PRIHATIN DAN
DUKA CITA MENDALAM

SEMOGA TUHAN MEMBERIKAN
KEKUATAN DAN KESABARAN
UNTUK MENGHADAPI SEGALA COBAAN

Salam simpati dan prihatin dari jauh.


Senin, 13 Juli 2009

Singkirkan Rumput Liar Itu

Halaman depan rumahku. Hampir tiga minggu lamanya aku tak merawatnya. Ini diluar kebiasanku, karena salah satu hobiku selain swimming, reading, blogging dan chatting, juga emang gardening.

Aku bukannya lupa merawat halaman itu. Bukan pula tidak sayang sama 'mereka'. Melainkan, sudah dua minggu ini aku harus bepergian ke luar kota. Hari Minggu yang lalu, pergi ke pesta pernikahan saudara sepupuku. Dan, hari Minggu sebelumnya, .... aku masih belum melupakan duka akibat 'mbah Google menguras habis BackLink-ku yang tidak seberapa itu (sejujurnya sih... malas aja kali yach?).

So, lengkaplah sudah halaman itu terlantar. Makanya, hari Minggu ini aku terpaksa mengurangi jatah ber-blogging ria lantaran aku harus menjalankan the green operation. Sssssttttt....! Itupun sebenarnya setelah aku diingatkan oleh sahabatku, wi3ta agar jangan blogging melulu dan melupakan urusan yang lebih penting. Hehehe.....

Dan, sudah kuduga sebelumnya, halaman sempit itu kini sudah mulai ditumbuhi rumput dan tanaman liar di sana-sini. Menurut para ahli botani, rumput dan tanaman liar itu gulma namanya. Si gulma itu bukan hanya mengurangi keindahan, melainkan juga menganggu pertumbuhan rumput-rumput yang telah aku rawat dengan susah payah. Sebagian ada yang mengering, dan sebagian lagi malahan sudah ada yang mati. Sebaliknya dengan si gulma, ia tumbuh subur dan sehat walaupun tak pernah aku rawat.

Pengalamanku 'gardening' hari kemarin, mengingatkan aku atas perjalanan hidupku selama ini. Tanpa kusadari, sungguh betapa banyak 'gulma-gulma' yang tumbuh subur dalam pikiran dan hatiku. Malas dan selalu menunda berbuat kebaikan, mengingkari janji yang telah aku tetapkan, perasaan iri dan dengki atas kesuksesan yang diraih orang lain, bersenang hati dan tak pernah peduli atas penderitaan orang lain, menyombongkan diri atas sesuatu yang tidak patut aku disombongkan adalah 'gulma-gulma' yang begitu sulit, dan boleh jadi enggan aku singkirkan. Padahal aku tahu, semua itu akan mengganggu niat baik, merusak akal sehat, dan mematikan hati nurani sebagai insan Illahi.

Rumput-rumput liar itu akan selalu saja hadir tanpa diundang, memenuhi setiap relung hati dan jiwa kita. Dan jangan biarkan ia tumbuh subur karena akan membuat diri ini hancur. Singkirkan sampai keakar-akarnya jangan tersisa sebelum membuat jiwa ini binasa. Rawatlah 'rumput-rumput' itu agar kita dapat menikmati keindahan 'taman kehidupan' yang lebih menyejukkan mata, pikiran, hati dan jiwa kita.

Terima kasih sahabatku, karena engkau, aku peroleh satu pelajaran lagi tentang kehidupan.


Sabtu, 11 Juli 2009

Saat PR Yang Hilang Itu Kembali Datang

Sejenak telah aku lupakan persoalan PageRank selepas PR-ku yang semata wayang itu menghilang. Pun keluh kesah itu telah aku tuangkan dalam postingan Saat Google PageRank Itu Menghilang. Dan atas saran dan dorongan moril sahabat-sahabatku aku pun berhasil meredam ambisi untuk mendapatkan hadiah dari 'mbah Google itu.

Walau harus diakui, award dari mbah Google itu banyak dinanti para blogger mania. Bagi seorang blogger, secara emosional, penghargaan itu sangatlah berarti. Ia ibarat setetes air dikala dahaga, sepotong roti dikala lapar. Ia seumpama tonikum psikologis yang dapat menghilangkan segala rasa lelah dan rasa penat setelah sepanjang malam berselancar di dunia maya. Walaupun, polularitas bukanlah tujuan utama, namun perolehan PR dapat memberikan rasa bahagia dan rasa senang bagi para blogger yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata dan dinilai degan emas permata.

Oleh karenanya, takala sahabatku, Apih Yayan menulis di Buku Tamu, "Kang PR2 yah...." tak begitu aku pedulikan. Aku pikir sobatku sesama blogger Bandung itu salah ketik, atau salah alamat. Pasalnya, beberapa waktu yang lalu aku sudah kasih info sekaligus curhat sama kuncen Blognya Si Apih itu bahwa PR-ku ke kembali ke titik nadir lantaran Google BackLink nya menghilang. Lagian pula saat aku menengok di SEO Statistic widgetku, PR-nya tidak ada yang berubah, alias tetap pada angka NOL. Kesimpulanku... blogger seniorku yang ganteng itu mungkin 'kecapaian' setelah begadang semalaman menonton hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden beberapa hari yang lalu. Jadi mungkin salah masuk rumah.... hehehe.......

Namun entah mengapa, pesan sahabatku itu sedikit mengganggu pikiranku. Akhirnya, untuk menghilangkan kepenasarananku, kumasukan kode URL Renungan Senja di Google PageRank Checker. Hasilnya........ hehehe..... mengejutkan, sekaligus membahagiakan. Ternyata, PR-ku yang semula '0' kini menjadi '2'. PageRank yang kemarin menghilang senja hari ini kembali datang.

Sejujurnya aku bahagia, walau kebahagiaanku tentu saja tak seperti kebahagiaannya para tim sukses dan pendukung pasangan presiden dan wakil presiden SBY-BOEDIONO yang berhasil menang mutlak atas pasangan MEGA-PRABOWO maupun JK-WIRANTO. Bukan semata PR2-nya yang membuat bahagia, melainkan karena aku kembali mendapatkan pelajaran dan hikmah kehidupan yang amat berharga atas pengalamanku di dunia maya ini, yakni:

Pertama: Jangan bersedih atas kehilangan sesuatu yang kita cintai, karena boleh jadi itu adalah pintu gerbang untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik.

Kedua: Jangan terlalu berambisi untuk memperoleh sesuatu karena ambisi dapat membutakan mata hati kita untuk melihat tujuan hidup yang lebih utama.

Ketiga: Jangan pernah putus asa dan teruslah berusaha karena suatu ketika harapan dan impian itu akan menjadi kenyataan.

So, salam sukses untuk para blogger mania.

Rabu, 08 Juli 2009

Berawal Dari Bilik Suara

Tak ada yang istimewa dengan bilik yang berukuran tak lebih dari satu meter persegi itu. Sangat sederhana. Tanpa atap, dan pintu, apalagi jendela. Namun dibalik semuanya, tersimpan sejuta misteri. Dari bilik itu harapan dan kecemasan berbaur menjadi satu karena elektabilitas para kandidat akan diuji. Dari bilik itu pula akan ditentukan siapakah pasangan capres dan cawapres yang akan melenggang menuju istana menjadi RI-1 dan RI-2.

Pesta demokrasi yang hingar-bingar, bahkan sempat memanaskan suhu politik di negeri ini, hanya tinggal kenangan. Kini, bilik suara itu hanya menjadi saksi bisu atas segala perilaku para peserta pemilu tanggal 8 Juli lalu. Kurang dari lima menit lamanya. Lewat goresan spidol hitam yang dicontrengkan diatas nomor urut, photo, maupun nama para kandidat sebagai tanda syahnya suara. Saat tinta di jari yang perlahan mulai menghilang. Pencontrengan di seluruh pelosok negeri pun telah usai. Tuntas sudah salah satu partisipasi anak bangsa dalam pesta demokrasi ini.

Memang, lewat tehnik Quick Count, siapa pemenang dalam pertarungan tanggal 8 Juli itu telah dapat kita proyeksikan lebih awal dari perhitungan manual versi KPU. Namun kini bilik suara itu masih menyisakan romantika bagi anak bangsa. Di kubu pemenang, tampak wajah-wajah penuh keriangan, di bibirnya senantiasa tersungging senyuman, matanya berbinar-binar, keceriaan terpancar jelas dari rona wajahnya saat menyaksikan deretan angka yang terus di update dari detik ke detik, menit ke menit, jam ke jam yang tempampang jelas di layar kaca hampir semua statsiun TV Nasional. Rasa lelah, penat, jemu selama kampanye seolah lenyap, dan terbayar lunas dengan kemenangan yang diperolehnya. Apalagi ucapan selamat atas kesuksesan sang pemenang mengalir dari mana-mana menambah harumnya sebuah aroma kemenangan.

Sebaliknya, di kubu yang belum berkesempatan menjadi pemenang dalam pertarungan meraih tempat paling terhormat di negeri ini, kekecewaan dan kesedihan tak dapat disembunyikan dari para kandidat, tim sukses dan para pendukungnya. Walaupun ada senyum, seperti terasa hambar.

Kemenangan dan kekalahan adalah hal yang biasa dalam sebuah kompetisi. Inilah realita kehidupan. Namun sesungguhnya pemenang sejati bukanlah mereka yang berkalungkan medali, berdiri tegak di podium kemenangan, atau diukur dengan deretan angka-angka semata. Pemenang sejati adalah mereka yang kalau menang tidak lantas pongah, besar kepala, membusungkan dada, apalagi kalau sampai meremehkan sang lawan. Pemenang sejati adalah mereka yang kalau menang tetap rendah hati, dan manakala kalah mereka tetap berbesar hati. Siapapun yang bersikap seperti ini pada hakekatnya adalah pemenang dalam sebuah pertarungan.

Kemenangan sejatinya bukanlah tujuan akhir. Kemenangan hari ini adalah langkah awal untuk merealisasikan program yang telah ditawarkan, menunaikan segala janji-janji selama kampanye, menyelesaikan persoalan-persoalan yang masih tertunda, dan memperbaiki segala kekurangan di masa silam.

So, buang jauh pikiran untuk menggelar pesta kemenangan. Lupakan saja sorak sorai dan tepuk tangan yang dapat meninabobokan. Abaikan pula segala ucapan selamat dan puja-puji. Karena tantangan telah menghadang. Rintangan ada di depan mata. Dan, impian tentang masa depan harus segera diwujudkan.


Selasa, 07 Juli 2009

Lima Menit Yang Begitu Berarti

Pemilihan presiden dan wakil presiden hanya tinggal hitungan jam. Esok hari, Rabu, 8 Juli 2009, bangsa Indonesia akan kembali menggelar pesta demokrasi. Mulai pukul 8 pagi, semua warga negara Indonesia yang telah memiliki hak pilih akan menjadi bagian dari sejarah perjalanan bangsa dan negara ini lima tahun mendatang.

Walau masih terdapat beberapa kekurangan dalam tingkat persiapan pelaksanaan. Walau masih menyisakan kontroversi seputar DPT. Walau masih terdapat pelanggaran yang belum dapat dituntaskan. Walau masih menyisakan keraguan bagi sebagian calon pemilih. Namun kita berharap, semua itu tidak mengurangi semangat dan kesungguhan semua pihak untuk dapat menyelenggarakan pemilu yang jujur, adil, dan damai.

Inilah hajatan semua anak bangsa sehingga sudah semestinya juga menjadi tanggung jawab kita semua untuk mensukseskannya. Kalaupun ada yang berpandangan bahwa pemilu kali ini tidak atau belum layak diikuti sehingga lebih memilih golput itu sepenuhnya hak mereka dan pastilah mereka memiliki alasan sendiri atas pandangan dan keyakinannya tersebut.

Namun demikian, menurut pandanganku, berpartisipasi aktif dalam pemilihan calon pemimpin negeri ini jauh lebih berarti. Dan, kalau kita menyadari bahwa setiap suara yang kita berikan pada pemilu sangat berarti bagi negeri ini, mengapa nurani kita tidak terpanggil untuk menggunakannya?

Kalaupun kita bimbang dan ragu karena belum menemukan kandidat yang sempurna, itulah realita yang ada karena memang manusia tak ada yang sempurna, selalu memiliki kelebihan sekaligus juga kekurangan. Sangatlah tidak mungkin calon yang ada tidak memiliki cela. Namun juga sangatlah tidak adil dan bijaksana kalau kita menapikkan kelebihan yang dimiliki mereka.

Menurutku mereka adalah putra-putri terbaik bangsa ini, calon pemimpin yang pantas kita pilih untuk menjadi nakhoda negara ini lima tahun ke depan. Dan, tentu saja kita memiliki kebebasan penuh untuk menentukan setiap pilihan kita, apakah pilihan hati kita jatuh kepada pasangan (1) MEGA-PRABOWO, (2) SBY-BOEDIONO, ataukah (3) JK-WIRANTO.

Sahabat-sahabat blogger mania! Esok pagi, marilah kita lupakan sejenak semua urusan seputar per-blogging-an. Lupakan Alexa yang sedang merana, pagerank yang sedang meradang, mbah google yang lagi ngedumel, ataupun chatting dan blogwalking yang suka bikin pusing.

Marilah kita luangkan waktu lima menit saja untuk mencontreng di bilik TPS. Ingat, suara kita begitu berarti. Ayo tetapkan hati, bulatkan tekad, teguhkan pendirian, dan samakan pandangan, bahwa kita akan memilih presiden dan wakil presiden UNTUK INDONESIA.

Marilah .......................

KITA WUJUDKAN PEMILU YANG JUJUR DAN ADIL!
KITA CIPTAKAN SUASANA AMAN DAN DAMAI!
KITA SONGSONG INDONESIA JAYA!
DAN
SELAMAT MENCONTRENG!

Mbah Surip dan Mbah Google

Dalam dunia musik, aku ini boleh jadi tergolong manusia aneh. Lantaran, bukan saja kurang 'engeh', juga kurang 'apresiatif'. Tidak banyak jenis musik dan penyanyi yang aku sukai. Hanya beberapa gelintir saja. Semuanya bisa dihitung dengan jari. Paling-paling Iwan Fals, Chrisye, atau Koes Plus.

Makanya, manakala sahabatku dengan berapi-api bercerita tentang seorang penyanyi berambut gimbal bernama Mbah Surip aku hanya terdiam dan bengong saja. Saat mendengar namanya aku mengira bahwa dia adalah sahabatnya kuncen gunung Merapi yang sekarang menjadi bintang iklan salah satu produk minuman berenergi, Mbah Marijan. Atau karena memakai embel-embel 'mbah' aku mengira dia adalah seorang paranormal terkenal seperti halnya Ki Gendeng Pamungkas, atau Ki Joko Bodo.

Hehehe........ malu-maluin yah...... hari gini seorang blogger ngak kenal yang namanya Mbah Surip!!!

Karena rasa penasaran atas obrolan sahabatku itu dan juga sedikit rasa malu.., aku iseng-iseng bertanya kepada sang maha guru Mbah Google. Ehhh..... rupanya emang benar jika selama ini aku ketinggalan informasi terkini soal dunia musik di tanah air. Sedikit terperangah, takjub, sekaligus rasa heran ketika melihat hasil penulusuran Mbah Google yang menunjukkan betapa populernya sang penyanyi nyentrik tersebut.

Tanpa kusadari beberapa situs yang memuat profil, koleksi photo, kisah perjalanan meraih sukses, koleksi video klip, dan kumpulan lagu-lagu mp3 kakek berusia 70 tahun kelahiran Mojokerto Jawa Timur ini aku singgahi, aku baca, aku simak, dan akhirnya aku download juga beberapa karyanya, diantaranya Bangun Tidur.

Sambil blogwalking ke blog tetangga dengan berharap menambah jumlah traffic, serta chatting dengan sahabat lamaku lewat Yahoo! messenger, aku putar lagu hasil download-ku itu.

bangun tidur, tidur lagi
bangun lagi, tidur lagi
bangunnnn, tidur lagi .............. dst

Saat pertama kali mendengar lagunya terkesan aneh, lucu, dan terasa asing di telinga. Namun entah mengapa lama-lama jadi asyik juga. Aku merasakan irama, syair, serta ekpresi yang begitu natural saat sang kakek menyanyikan lagu itu. Seolah memiliki daya magnet yang luar biasa membuat orang betah mendengarnya berulang-ulang. Ada nuansa yang jauh berbeda saat mendengarkan lagu-lagu karya anak-anak muda sekarang ini. Akupun tidak sangsi lagi kalau lagu-lagu karya Mbah Surip ini disukai tidak hanya orang dewasa melainkan juga anak-anak, tidak hanya diputar di warung-warung kopi tapi juga juga di kantor-kantor.

Kehadiran pemusik jalanan bernama lengkap Urip Ariyanto ini merupakan fenomena baru dalam blantika musik di Indonesia. Keberhasilan bersaing ditengah begitu maraknya persaingan menunjukkan bahwa karya-karya Mbah Surip ini memiliki kekuatan tersendiri yang tidak dimiliki oleh kebanyakan pemusik di Indonesia. Dan kelebihan itu menurutku yang tidak begitu paham tentang dunia musik adalah kesederhanaan, kejujuran, dan kepedulian.

Hingga saat ini memang aku belum mendengarkan semua lagu-lagunya yang katanya telah mengeluarkan empat album, yaitu Ijo Royo-royo (1997), Indonesia I (1998), Reformasi (1998), Tak Gendong (2003) dan Barang Baru (2004). Namun paling tidak sekarang ini aku menjadi salah satu penggemar beratnya Mbah Surip. Dan, hehehe.... sepanjang hari lagu-lagunya selalu menemaniku di sela-sela bekerja, dan berselancar di dunia maya.

Di tengah segudang persoalan hidup yang kian berat, kehadiran Mbah Surip boleh jadi menjadi sedikit pelipur lara, pelepas penat dan melupakan sejenak segala persoalan. Namun bukan hanya itu, dia juga telah memberi inspirasi bahwa selama hidup jangan pernah berhenti belajar, selalu bekerja keras dan pantang menyerah, hidup dalam kesederhanaan, mengutamakan kejujuran dan kepedulian terhadap sesama.

Selamat dan sukses selalu buat Mbah Surip!


Senin, 06 Juli 2009

Jangan Mati Sia-sia

Di sebuah pool bis antar kota, terpampang spanduk memuat tulisan menarik, sekaligus menggelitik.

Untuk Keselamatan
HATI-HATI
Dengan Pengendara Sepeda Motor

Kalau diperhatikan, himbauan dan peringatan dengan menempatkan 'pengendara sepeda motor' sebagai 'objek' yang harus diperhatikan oleh para awak bis memang terbilang aneh, menggelitik sekaligus mengundang tanya. Karena biasanya himbauan kepada pawa supir bis tersebut berbunyi, "Jangan ngebut, ingat keluarga Anda menanti di rumah", atau "Ingat Anda membawa orang, bukan barang!", "Ngebut berarti maut!", de el el.

Mungkinkah makin banyaknya jumlah pemakai kendaraan roda dua sementara di sisi lain daya dukung jalan raya yang tersedia tidak memadai sehingga kian memperbesar potensi resiko terjadinya kecelakaan? Atau mungkinkah karena saat ini banyak pengendara sepeda motor yang tidak mau peduli lagi dengan semua peraturan yang ada? Mungkinkah ini sebagai cerminan bahwa budaya tertib lalu lintas yang menjadi kewajiban semua pemakai kendaraan hanya ada di slogan-slogan semata?.

Etahlah..... Tapi satu hal yang pasti adalah bahwa kecelakaan di jalan raya yang melibatkan sepeda motor memang cukup mengkhawatirkan. Data dari Departemen Perhubungan menyebutkan bahwa tahun 2008 saja terdapat 18 ribu kasus (sumber lain mengatakan 30 ribu) kecelakaan transportasi jalan raya, yang 70%-nya melibatkan sepeda motor. Sebuah data yang menyedihkan karena teramat banyak manusia yang cedera dan mati sia-sia di jalan raya padahal boleh jadi manusia bisa mencegah terjadinya semua malapetaka itu.

Ironisnya lagi banyak hasil penelitian menyebutkan bahwa rendahnya kesadaran terhadap tata tertib dan peraturan lalu lintas dari para pemakai kendaraan menjadi penyebab utama terjadinya kecelakaan di jalan raya. Tanpa perlu menunjukkan data sekalipun, namun fakta dilapangan menjadi pemandangan kita sehari-hari, misalnya, bagaimana pengendara motor yang tidak memakai helm, dan kalaupun memakainya bukan helm yang memenuhi standar. Belum lagi, yang mereka yang ugal-ugalan seolah mereka punya segudang nyawa cadangan. Atau sering juga kita menyaksikan bagaimana para pengendara motor yang nekad melawan arus, memotong jalur, dan menyalip dengan seenaknya, tanpa melihat kanan-kiri dan bahkan melibas lampu merah, bahkan trotoar pun diubahnya menjadi jalan alternatif dengan tanpa rasa malu dan peduli lagi pada para pejalan kaki yang lebih berhak atasnya.

Lucu, aneh, menggelikan sekaligus menyedihkan melihat sikap, perilaku sebagian masyarakat saat memakai kendaraan di jalan raya. Padahal, menurut pandangan orang-orang bijak, tinggi rendahnya budaya sebuah bangsa dapat tercermin dari sikap dan perilaku saat berkendara di jalan raya. Sebuah pandangan yang tidak berlebihan, masuk akal, dan saya setuju dengan pandangan tersebut. Jadi, saat kita mengagungkan bahwa budaya bangsa kita sopan, ramah, toleran, peduli dengan sesama, semestinya juga tercermin dalam sikap dan perilaku di jalan raya. Namun, kenyataannya tidaklah demikian, bukan? Karena kita masih sering melihat mereka yang ugal-ugalan, saling berebut jalan, tidak peduli rambu-rambu yang ada, tidak mengenal etika dan kesopanan, tidak peduli keselamatan dan kenyamanan orang lain, adalah sebuah realita yang ada.

Semoga kita menjadi bangsa yang lebih berbudaya saat di jalan raya sehingga tidak semakin banyak saudara-saudara kita yang mati sia-sia.


Jumat, 03 Juli 2009

Penyakit "Andaikan....."

"Jika waktunya telah tepat, aku akan memulai bisnis itu".

"Aku akan menulis artikel di blog apabila telah menemukan ide/bahan tulisan yang tepat dan lengkap".

"Aku akan menabung seandainya penghasilanku lebih besar dari sekarang ini".

"Aku akan mendermakan sebagian hartaku apabila aku telah menjadi orang kaya raya"

"Bila saja wajahku cantik, maka aku berpeluang besar menjadi seorang artis terkenal".


"Andaikan.... apabila.... jikalau.... bila saja ....." adalah contoh kecil 'penyakit' yang sering menjangkiti pikiran dan nalar sehat kita. Apabila dibiarkan, 'virus psikologis' tersebut dapat menjadi hambatan meraih sukses dan kebahagiaan hidup: karir, bisnis, hubungan sosial, keluarga, atau keuangan.

Keberadaan penyakit itu sulit dideteksi. Hanya akibatnya yang bisa kita rasakan. Ia bisa menular bahkan dapat juga bermutasi secara genetik, sehingga lebih berbahaya daripada 'virus flu babi dan flu burung. Oleh karenanya, mengetahui gejala sejak dini penyakit tersebut sangatlah penting agar dapat diambil tindakan 'preventif' maupun 'kuratif' secara tepat.

Selama masa inkubasi, penyakit ini akan menyerang pusat kekebalan pikiran dengan melemahkan semangat, mereduksi motivasi, menghilangkan harapan, menurunkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kecemasan dan keraguan. Celakanya, ia dapat menyerang siapa saja, tidak mengenal gender, suku bangsa, partai politik, dan juga agama. Dan, boleh jadi tanpa disadari diri kitapun saat ini sedang dijangkiti penyakit tersebut.

Berandai-andai tentang masa datang, dalam batas tertentu bisa dibilang wajar. Namun kalau sudah melebihi batas, hal tersebut akan menghalangi langkah untuk bertindak cepat, memanfaatkan setiap peluang yang ada, memanfaatkan waktu yang tersedia, mengoptimalkan kekuatan yang dimiliki. Keseringan berandai-andai maka pikiran kita akan dihantui oleh pikiran-pikiran, serta lebih fokus pada kekurangan dibandingkan kekuatan yang dimiliki.

Menunda-nunda memulai sebuah rencana bisnis, menulis artikel, menjalin hubungan, maupun mempersiapkan karir masa depan, karena menunggu 'waktu yang tepat', seringkali berakhir tanpa suatu apapun yang dapat direalisasikan. Oleh karena itu, apabilia memiliki gagasan, ide, rencana, segeralah laksanakan. Semakin lama menunda, semakin besar keraguan dan kecemasan datang mencengkram. Buah jauh keinginan mendapatkan 'waktu yang tepat' karena semua itu hanyalah persepsi diri kita sendiri. Waktu yang tepat adalah sekarang, bukan hari esok atau lusa.

Jangan pula berharap tentang 'kesempurnaan' karena ia bukan sesuatu yang dapat direncanakan, dan dipersiapkan sebelumnya. Kesempurnaan akan diperoleh seiring berjalannya waktu saat kita meniti tangga setahap demi setahap, menempuh perjalanan selangkah demi selangkah, serta mengambil hikmah dari setiap perjalanan yang kita lewati.

Salam blogger! Selamat menjadi orang-orang sukses!


Selasa, 30 Juni 2009

Pemilu dan Efek Rumah Kaca

Sepanjang senja hari ini, tidak banyak aktivitas yang aku lakukan di dunia maya. Blogwalking, chatting, juga browsing hanya sesaat saja. Bukan trauma karena pagerank-ku yang melorot ke titik nadir, bukan pula sakit hati lantaran 'mbah Google tak sudi bermurah hati, namun karena perhatianku sedikit teralihkan dengan berbagai berita hangat di layar kaca seputar pemilu capres dan cawapres yang tinggal beberapa hari lagi.

Perdebatan, adu argumentasi, saling sindir, dan sedikit saling serang diantara calon presiden dan wakil presiden, dan dibumbui oleh berbagai pembelaan dan pembenaran oleh tim suksesnya, serta sikap fanatisme para pendukung dari ketiga kubu membuat petunjukkan di panggung demokrasi itu kian meriah. Apalagi dengan diangkatnya issu-issu negatif dan berbagai intrik-intrik politik.

Dan lebih dari itu, menurut analisis para pengamat politik dan komentar para cendikia, bahwa mendekati hari-hari penentuan siapa yang paling pantas melenggang ke istana, dan menduduki kursi penguasa negara, tanggal 8 Juli mendatang, suhu politik di negeri ini terasa makin memanas layaknya seseorang yang sedang sakit demam. Hanya saja berapa derajat peningkatan suhunya, tak bisa diukur dengan thermometer.

Menyikapi fenomena yang tengah terjadi ini, kalau iseng-iseng kita renungkan dan lebih asyik lagi kalau merenungkannya dengan duduk santai di kursi goyang sambil memandang indahnya sinar mentari diujung senja, tanpa kita disadari penyelenggaraan pesta demokrasi lima tahunan itu tak ubahnya seperti Efek Rumah Kaca (Greenhouse Effect). Ya, sebuah fenomena alam yang pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier tahun 1824, yaitu pemanasan permukaan bumi dikarenakan keberadaan atmosfir yang mengandung gas yang menyerap dan mengeluarkan radiasi infra merah. Fenomena Efek Rumah Kaca ini dianggap sebagai biang kerok terjadinya Pemanasan Global (Global Warming).

Menurut para ahli, pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub sehingga naiknya permukaan air laut dan...... suatu ketika akan banyak daratan yang tenggelam. Hihihi........ ngeri yah!

Dan fenomena yang hampir sama juga terjadi di kancah politik bahwa apabila peningkatan suhu politik menjelang hari-H ini tidak terkendali akan berefek negatif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni melelehkan semangat kerukunan, kesetiakawanan, dan kesatuan bangsa karena meningkatnya fanatisme berlebihan terhadap kelompok, partai, suku, bahkan agama dengan mengabaikan kepentingan bangsa dan negara yang lebih luas.

Namun, semoga saja kekhawatiran itu hanyalah ilusi dan mimpi di malam jumat kliwon saja. Semoga semua pihak masih mengedepankan kepentingan yang lebih besar, yaitu bangsa dan negara. Juga menyadari bahwa terselenggaranya pemilu damai adalah jauh lebih penting dari memperdebatkan siapa yang menang dan siapa yang menjadi pecundang.

Selamat menentukan pilihan! Mari kitu sukseskan Pemilu Damai!

Senin, 29 Juni 2009

Don't Stop Dreaming!

"We grow great by dreams", demikian kata Woodrow T. Wilson. Sebuah pepatah bijak yang sangat inspiratif karena memberikan energi psikologis kepada kita untuk mampu mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya. Sebuah kekuatan supranatural yang mendorong kita untuk berpikir, bekerja, berkarya tanpa batas.

Tanpa impian, keinginan luhur, cita-cita, dan harapan akan masa depan, maka jagat raya akan menjadi senyap, tidak akan ada denyut nadi kehidupan. Yang ada hanyalah perjalanan masa tanpa makna dan hanya menunggu waktu menuju titik batas kehancuran yang telah ditentukan Tuhan. Kehidupan ini menjadi lebih indah karena manusia memiliki segudang impian. Impian tentang kehidupan yang lebih baik, peradaban yang lebih berkembang dan masa depan yang lebih cemerlang.

Tanpa impian anak-anak tidak mau lagi menuntut ilmu setinggi-tingginya, petani tidak mau lagi menggarap sawahnya, seniman tak mau lagi menghasilkan karyanya, pegawai tak mau lagi bekerja dengan sebaik-baiknya, pengusaha tak mau lagi mengembangkan bisnisnya, ulama tak mau lagi peduli dengan umatnya, ilmuwan tak mau lagi memeras otaknya, serta pemimpin tak mau lagi memikirkan rakyatnya.

Majunya peradaban manusia, berkembangnya ilmu pengetahuan, kian canggihnya teknologi karena manusia memiliki kekuatan, yaitu impian masa depan. Berawal dari mimpilah samudra dan angkasa luar dijelajahi, tujuh keajaiban dunia diciptakan, pencakar-pencakar langit ditegakkan, taman-taman indah diciptakan, ilmu pengetahuan baru ditemukan. Berawal dari mimpi Neil Amstrong menginjakan kakinya di Bulan, Thomas Alfa Edison menciptakan listrik yang sangat vital bagi kehidupan, Columbus menjelajahi Samudra Atlantik dan singgah di benua Amerika, maupun dwitunggal Soekarno-Hatta berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia.

So, don't stop dreaming karena saat ini negara kita membutuhkan para dreamer, yakni mereka yang mampu melihat jauh ke depan, berpikir melewati batas kelaziman, memiliki gagasan yang tidak terbayangkan kebanyakan orang, memiliki daya tahan dan keuletan yang mengagumkan, memiliki wawasan seluas cakrawala memandang, memiliki cita-cita dan keinginan serta harapan yang boleh jadi menjadi bahan tertawaan orang-orang sekitar.

Juga, jangan berhenti bermimpi karena bermimpi tidak menyinggung perasaan orang lain, tidak melanggar undang-undang, tidak melanggar HAM, tidak merugikan negara, dan tidak pula menambah panasnya suhu politik menjelang pemilu capres dan cawapres 8 Juli mendatang. Bermimpi tidak perlu ongkos sepeserpun alias gratis, tidak dikenakan pajak oleh negara, tidak memerlukan keahlian khusus, dan tidak pula perlu ijazah perguruan tinggi.

Tetapi, don't just dream, start action. Semua mimpi-mimpi indah itu hanya bisa diwujudkan lewat kerja nyata. Mari buka mata, singkirkan selimut hangat, bangkitlah dari pembaringan empuk, dan sonsong cahaya masa depan yang lebih cemerlang.

 

© Created by Kang Rohman