Selasa, 30 Juni 2009

Pemilu dan Efek Rumah Kaca

Sepanjang senja hari ini, tidak banyak aktivitas yang aku lakukan di dunia maya. Blogwalking, chatting, juga browsing hanya sesaat saja. Bukan trauma karena pagerank-ku yang melorot ke titik nadir, bukan pula sakit hati lantaran 'mbah Google tak sudi bermurah hati, namun karena perhatianku sedikit teralihkan dengan berbagai berita hangat di layar kaca seputar pemilu capres dan cawapres yang tinggal beberapa hari lagi.

Perdebatan, adu argumentasi, saling sindir, dan sedikit saling serang diantara calon presiden dan wakil presiden, dan dibumbui oleh berbagai pembelaan dan pembenaran oleh tim suksesnya, serta sikap fanatisme para pendukung dari ketiga kubu membuat petunjukkan di panggung demokrasi itu kian meriah. Apalagi dengan diangkatnya issu-issu negatif dan berbagai intrik-intrik politik.

Dan lebih dari itu, menurut analisis para pengamat politik dan komentar para cendikia, bahwa mendekati hari-hari penentuan siapa yang paling pantas melenggang ke istana, dan menduduki kursi penguasa negara, tanggal 8 Juli mendatang, suhu politik di negeri ini terasa makin memanas layaknya seseorang yang sedang sakit demam. Hanya saja berapa derajat peningkatan suhunya, tak bisa diukur dengan thermometer.

Menyikapi fenomena yang tengah terjadi ini, kalau iseng-iseng kita renungkan dan lebih asyik lagi kalau merenungkannya dengan duduk santai di kursi goyang sambil memandang indahnya sinar mentari diujung senja, tanpa kita disadari penyelenggaraan pesta demokrasi lima tahunan itu tak ubahnya seperti Efek Rumah Kaca (Greenhouse Effect). Ya, sebuah fenomena alam yang pertama kali ditemukan oleh Joseph Fourier tahun 1824, yaitu pemanasan permukaan bumi dikarenakan keberadaan atmosfir yang mengandung gas yang menyerap dan mengeluarkan radiasi infra merah. Fenomena Efek Rumah Kaca ini dianggap sebagai biang kerok terjadinya Pemanasan Global (Global Warming).

Menurut para ahli, pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub sehingga naiknya permukaan air laut dan...... suatu ketika akan banyak daratan yang tenggelam. Hihihi........ ngeri yah!

Dan fenomena yang hampir sama juga terjadi di kancah politik bahwa apabila peningkatan suhu politik menjelang hari-H ini tidak terkendali akan berefek negatif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, yakni melelehkan semangat kerukunan, kesetiakawanan, dan kesatuan bangsa karena meningkatnya fanatisme berlebihan terhadap kelompok, partai, suku, bahkan agama dengan mengabaikan kepentingan bangsa dan negara yang lebih luas.

Namun, semoga saja kekhawatiran itu hanyalah ilusi dan mimpi di malam jumat kliwon saja. Semoga semua pihak masih mengedepankan kepentingan yang lebih besar, yaitu bangsa dan negara. Juga menyadari bahwa terselenggaranya pemilu damai adalah jauh lebih penting dari memperdebatkan siapa yang menang dan siapa yang menjadi pecundang.

Selamat menentukan pilihan! Mari kitu sukseskan Pemilu Damai!

Senin, 29 Juni 2009

Don't Stop Dreaming!

"We grow great by dreams", demikian kata Woodrow T. Wilson. Sebuah pepatah bijak yang sangat inspiratif karena memberikan energi psikologis kepada kita untuk mampu mengoptimalkan seluruh potensi yang dimilikinya. Sebuah kekuatan supranatural yang mendorong kita untuk berpikir, bekerja, berkarya tanpa batas.

Tanpa impian, keinginan luhur, cita-cita, dan harapan akan masa depan, maka jagat raya akan menjadi senyap, tidak akan ada denyut nadi kehidupan. Yang ada hanyalah perjalanan masa tanpa makna dan hanya menunggu waktu menuju titik batas kehancuran yang telah ditentukan Tuhan. Kehidupan ini menjadi lebih indah karena manusia memiliki segudang impian. Impian tentang kehidupan yang lebih baik, peradaban yang lebih berkembang dan masa depan yang lebih cemerlang.

Tanpa impian anak-anak tidak mau lagi menuntut ilmu setinggi-tingginya, petani tidak mau lagi menggarap sawahnya, seniman tak mau lagi menghasilkan karyanya, pegawai tak mau lagi bekerja dengan sebaik-baiknya, pengusaha tak mau lagi mengembangkan bisnisnya, ulama tak mau lagi peduli dengan umatnya, ilmuwan tak mau lagi memeras otaknya, serta pemimpin tak mau lagi memikirkan rakyatnya.

Majunya peradaban manusia, berkembangnya ilmu pengetahuan, kian canggihnya teknologi karena manusia memiliki kekuatan, yaitu impian masa depan. Berawal dari mimpilah samudra dan angkasa luar dijelajahi, tujuh keajaiban dunia diciptakan, pencakar-pencakar langit ditegakkan, taman-taman indah diciptakan, ilmu pengetahuan baru ditemukan. Berawal dari mimpi Neil Amstrong menginjakan kakinya di Bulan, Thomas Alfa Edison menciptakan listrik yang sangat vital bagi kehidupan, Columbus menjelajahi Samudra Atlantik dan singgah di benua Amerika, maupun dwitunggal Soekarno-Hatta berjuang demi kemerdekaan bangsa Indonesia.

So, don't stop dreaming karena saat ini negara kita membutuhkan para dreamer, yakni mereka yang mampu melihat jauh ke depan, berpikir melewati batas kelaziman, memiliki gagasan yang tidak terbayangkan kebanyakan orang, memiliki daya tahan dan keuletan yang mengagumkan, memiliki wawasan seluas cakrawala memandang, memiliki cita-cita dan keinginan serta harapan yang boleh jadi menjadi bahan tertawaan orang-orang sekitar.

Juga, jangan berhenti bermimpi karena bermimpi tidak menyinggung perasaan orang lain, tidak melanggar undang-undang, tidak melanggar HAM, tidak merugikan negara, dan tidak pula menambah panasnya suhu politik menjelang pemilu capres dan cawapres 8 Juli mendatang. Bermimpi tidak perlu ongkos sepeserpun alias gratis, tidak dikenakan pajak oleh negara, tidak memerlukan keahlian khusus, dan tidak pula perlu ijazah perguruan tinggi.

Tetapi, don't just dream, start action. Semua mimpi-mimpi indah itu hanya bisa diwujudkan lewat kerja nyata. Mari buka mata, singkirkan selimut hangat, bangkitlah dari pembaringan empuk, dan sonsong cahaya masa depan yang lebih cemerlang.

Minggu, 28 Juni 2009

Aku, MU dan Pemilu

Aku ingin membebaskan sejenak segala ingatan tentang PR, traffic, visitor, dan per-SEO-an yang memusingkan. Aku ingin membuang jauh segala bayangan tentang Alexa maupun Manohara. Aku pun harus merelakan kepergian sang mega bintang, Michael Jackson ke pangkuan Tuhan tiga hari silam.

Aku hanya ingin menjauhkan pilu masa lalu. Tak ada gunanya aku terjerat dalam bayangan kelam masa silam. Aku lebih baik memikirkan masa depan. Memikirkan agenda penting yang tidak boleh aku lewatkan. Adalah perhelatan akbar di dunia politik bernama Pemilu, dan satu lagi di dunia olah raga, yakni lawatan klub elite kelas dunia, Machester United (MU) ke Indonesia.

Dua agenda yang tentu saja berbeda, dan tidak ada hubungannya. Namun diantara keduanya memiliki banyak kesamaan. Sama-sama penting untuk diikuti, sama-sama menarik untuk disimak, dan sama-sama asyik menjadi bahan obrolan bersama kawan-kawan sambil nongkrong di warung kopi.

Di bidang politik, keberhasilan pemilu capres dan cawapres tanggal 8 Juli mendatang akan sangat menentukan sejarah perjalanan bangsa ini lima tahun ke depan. Oleh karena itu, partisipasi aktif seluruh komponen anak bangsa amatlah penting. Dan sebagai orang biasa, aku berharap lewat pemilu itu akan terpilih pasangan pemimpin negara yang tepat. Karena negara ini diibaratkan sebuah bahtera, merekalah nakhoda yang akan menentukan apakah bahtera yang sudah renta dimakan usia ini mampu melaju mulus atau terseok-seok, mampu mencapai pantai harapan ataukah malah tenggelam tak kuat menahan ganasnya gelombang pasang.

Walaupun proses perhelatan akbar ini masih terdapat kekurangan di sana-sini yang menimbulkan perdebatan yang membuat suhu persaingan kian memanas, secara keseluruhan, pemilu kali ini telah memberikan warna baru bagi sejarah demokrasi di negeri ini. Apalagi dengan berbagai liputan, talk show, dan pernak-pernik seputar pemilu di layar kaca yang menjadikan pesta demokrasi kini menjelma menjadi sebuah sebuah tontonan yang menarik dan menghibur banyak pemirsa.

Adapun berbicara tentang agenda menarik di bidang olah raga, lawatan MU 20 Juli nanti pun tak kalah pentingnya. Paling tidak kehadiran jawara liga Inggris di Indonesia dapat menjadi corong ke seluruh penjuru bumi bahwa negara kita tidaklah semenakutkan yang dibayangkan. Selain itu, tentu saja kita semestinya bisa belajar dari seorang Rooney, Ferdinand, Carrick, ataupun Park, tentang bagaimana menjadi seorang pemain sepakbola yang profesional dan bukan yang emosional. Kita pun bisa belajar dari seorang Alex Fergusson tentang bagaimana membangun sebuah klub yang hebat, yang mampu menghasilkan uang dan bukan hanya menghabiskan uang. Dan sebagai bonusnya, tentu saja pertandingan nanti akan menjadi ajang pelepas penat dan pelipur lara atas semua duka yang sedang menimpa negara kita.


Jumat, 26 Juni 2009

Saat Google PageRank Itu Menghilang

Padahal belum lama berselang suka cita itu aku rasakan. Belum hilang pula tebaran aroma kebahagian itu dalam ingatan. Suka cita dan kebahagiaan saat aku mendapat angka pertama PageRank beberapa minggu yang lalu.

Namun, kisah indah sang blogger pemula itu tak bertahan lama. Di penghujung bulan Juni ini, berita duka harus rela aku terima. Saat PR-ku yang hanya semata wayang kembali menghilang dari pandangan.

Perasaan kecewa tak dapat aku sembunyikan. Lebih-lebih disaat aku baru kembali nge-blog setelah hampir empat hari lamanya cuti lantaran kesibukan di dunia nyata yang sungguh menyita waktu, tenaga dan pikiranku. Mungkin agak emosional kalau aku menyebutnya inilah bulan Juni kelabu.

Perasaan sedih pun hampir tak dapat aku enyahkan. Rasa sedih karena hasil kerja keras selama lebih empat bulan seolah sia-sia. Begadang malam-malam yang aku habiskan bersama teman-teman di dunia maya seolah tanpa makna.

Boleh jadi, kesedihan yang aku rasakan itu melebihi kesedihanku saat mendengar berita kematian sang legenda dunia hiburan, King of Pop, Michael Jackson pada hari Kamis tanggal 25 Juni 2009 karena serangan jantung. Bahkan kesedihan itupun boleh jadi melebihi kesedihan atas pemandangan kotaku yang kembali semrawut oleh baligho, poster, spanduk para kandidat para capres dan cawapres yang dipasang tanpa mempedulikan nilai-nilai estetika tata ruang kota yang memang sebelumnya juga sudah tidak karuan.

Aku memang lagi bersedih. Tapi aku tidak akan mencari kambing hitam. Aku pun tidak akan berprasangka buruk bahwa 'mbah Google kurang menghargai semua pikiran yang aku curahkan, pengorbanan yang aku berikan, dan untaian kata yang aku tuliskan selama ini. Karena, di balik kesedihan itu, kini mulai bangkit kesadaran baru. Kesadaran bahwa aku harus lebih banyak belajar tentang SEO, tentang trik dan tips blogging, tentang key word, dan segala hal yang masih belum kupahami.

Dan akupun menyadari bahwa kesedihanku tak boleh menyurutkan langkah, mematahkan semangat, dan mematikan gairah atas semua yang telah aku mulai. Karena, di atas segalanya, di atas simbol-simbol kesuksesan dan popularitas sebagai seorang blogger yang diukur dengan angka 0-10 PR ataupun jumlah digit Alexa Rank, masih ada sesuatu yang lebih bermakna bagi kehidupanku, yaitu PERSAHABATAN.

Meskipun aku tidak mengenal mereka, tidak pernah berjumpa mereka, tidak pernah punya nomor HP mereka, juga tidak pernah tahu asal-usul mereka, tapi merekalah sahabat-sahabatku yang selama ini selalu setia menemani, menghibur, membesarkan hati, memberi dorongan dalam setiap hari-hariku di dunia maya. Bagiku, Google PageRank boleh menghilang, tapi persahabatan tak pernah lekang.

Selamat untuk sahabat-sahabatku yang mendapatkan kenaikan PR, semoga dapat mempertahankan dan meraih yang lebih baik di kemudian hari. Bagi yang senasib dengan diriku, bersabarlah karena harapan itu masih ada.


Senin, 22 Juni 2009

Ingat Hasil, Jangan Lupakan Proses

Fokus pada hasil akhir penting. Namun, proses dan upaya yang dilakukan untuk meraih hasil jauh lebih penting. Mengapa? Karena seseorang yang terlalu memfokuskan, berorientasi pada hasil akhir, akan mengabaikan bagaimana proses mencapai tujuan tersebut. Akibatnya, seringkali terjadi seseorang menjadi bingung, stress manakala gagal mendapatkan yang dia inginkan atau tidak mencapai hasil sesuai harapan dan impiannya.

Sebaliknya seseorang yang menganggap hasil hanyalah sebuah akibat, efek samping sebuah proses dapat menikmati setiap perjalanan, menghargai apa yang telah dilakukannya tanpa peduli bagaimana hasilnya. Bahkan mereka selalu lebih siap, tegar, serta dapat mengambil banyak pelajaran dari setiap kegagalan yang mereka alami.

Ilustrasi sederhana dapat diamati dari sebuah pertandingan sepak bola. Meraih kemenangan dalam sebuah pertandingan adalah impian setiap klub. Semangat itu penting digelorakan, karena tanpa adanya sasaran yang harus dicapai, tidak akan ada perjuangan yang sungguh-sungguh meraihnya. Namun, ‘terlalu’ fokus pada hasil, juga dapat menjadi bumerang. Intruksi, “harus menang’ yang dimaksudkan untuk memberi motivasi dan keyakinan bagi setiap pemainnya, dalam kadar tertentu, dapat menjadi beban psikologis. Maka tidak heran apabila yang terjadi justru sebaliknya. Determinasi yang berlebihan seringkali para pemain kehilangan konsentrasi, orientasi dan visi permainan yang baik. Pemain tampak lebih tegang bahkan sering lepas kendali, sering bertindak egois, bahkan gagal dalam memanfaatkan peluang yang terbaik sekalipun.

Boleh jadi dorongan sang pelatih, “Anda harus bermain lepas! Lupakan hasil akhir! Lupakan mengalahkan lawan! Nikmati pertandingan dan tunjukan potensi terbaik pada fans Anda!” dapat memberikan hasil yang luar biasa. Bukan hanya para pemain dapat menunjukkan performa terbaiknya, bermain cantik, bahkan peluang yang ‘impossible’ pun dapat dirubah menjadi ‘possible’. Para pemain dapat menikmati permainan dari waktu ke waktu, penonton terhibur, pelatih puas, apapun hasil yang telah dicapai, kalah ataupun menang.

Seseorang yang terlalu fokus pada hasil akhir, tetapi mengabaikan setiap tahapan, proses, perjalanan dalam meraih hasil akhir, terkadang tidak siap saat menghadapi kegagalan. Yang terjadi adalah seringkali menyalahkan orang lain, tidak mengakui kelemahan dan kukurangan diri sendiri, dan tidak senang saat orang lain dapat berhasil lebih baik dari dirinya.

Seseorang yang memperhatikan proses dalam meraih cita-cita: karir, hubungan sosial, bisnis, keuangan, akan mencintai apa yang dikerjakannya, penuh antusiasme dalam melakukannya, menikmati setiap tahap dalam perjalanannya, serta menghargai setiap hasil yang dicapainya. Tak peduli seberapapun tingkat keberhasilan yang telah dicapainya.

So, tetaplah ingat hasil akhir, tetapi jangan lupakan proses!.

Jumat, 19 Juni 2009

Never Give Up!

Hari itu, di tengah suka-cita dan sorak-sorai teman-temannya, seorang siswi SMU, sebut saja Santi, justru sebaliknya. Ia tampak loyo. Wajahnya sayu. Sorot matanya menyiratkan kesedihan mendalam. Keceriaan seorang ABG yang selalu ia perlihatkan, seolah sirna begitu saja. Paras cantik dara manis itu pun lenyap terhapus derai air matanya. Kekecewaannya tak kuasa lagi ia sembunyikan setelah dirinya dinyatakan tidak lulus Ujian Nasional.


Santi, hanyalah satu dari ribuan sahabatku di seluruh penjuru tanah air yang gagal melewati ujian nasional setelah tiga tahun lamanya bergelut dengan buku, dalam buaian semangat yang penuh harapan dan impian indah tentang masa depan. Bagi siapa saja, kegagalan meraih cita dan impian adalah sebuah pengalaman bathin yang terasa pahit dan menyakitkan. Bahkan terkadang bisa membuat tidak berdaya dan putus asa.

Sahabatku! Aku turut simpati atas pengalaman pahit, atas semua kesedihan dan kekewaan, atas segala kegalauan, atas setiap penyesalan yang berkecamuk dalam dadamu. Namun, sejatinya kegagalan yang engkau alami tidak lantas engkau larut dalam kesedihan, terombang-ambing gelombang kekecewaan, dan terseret pusaran keputusasaan. Sungguh dunia belum kiamat, langit belum runtuh, bumi masih terhampar luas, gunung-gunung masih berdiri tegak, dan matahari pun masih memberikan sinar kehangatannya. Kegagalan bukan berarti pintu meraih cita-cita tertutup rapat, dan bukan pula akhir dari sebuah perjalanan. Kesempatan itu masih ada. Harapan masih tersisa. Karena "failure is the mother of success."

Sahabatku! Jangan pernah menyerah, karena orang yang sukses bukanlah orang yang tidak pernah gagal, melainkan orang yang mampu bangkit dari setiap kegagalan yang pernah dialaminya. Bukankah para idola kitapun, Valentino Rossi, Michael Schumacher, Michael Jordan, Tiger Wood, Cristiano Ronaldo, David Beckham bukanlah orang-orang yang sempurna, dan bukanlah tidak pernah mengalami kegagalan di sepanjang perjalanan karirnya? Namun mereka selalu mampu bangkit dan berlari kembali guna mengejar apa yang mereka impikan.

Sahabatku! Tak ada gunanya pula kita mencari kambing hitam, menyalahkan orang lain atas semua kegagalan yang kita alami. Jadikanlah kegagalan sebagai momentum untuk melakukan evaluasi diri atas apa yang telah kita kerjakan pada masa silam. Boleh jadi kegagalan yang dialami karena belajar kita tidak sungguh-sungguh. Boleh jadi kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk hal-hal yang sia-sia; nongkrong di mal, jalan-jalan, ngerumpi ataupun hura-hura daripada mengerjakan PR, belajar kelompok, mengikuti bimbingan belajar, atau membaca buku pelajaran. Jadikanlah kegagalan hari ini sebagai cambuk untuk belajar lebih giat, lebih sungguh-sungguh, dan lebih fokus di hari esok.

Sahabatku! Selamat berjuang, jangan pernah menyerah, tuk meraih masa depan lebih gemilang.


Kamis, 18 Juni 2009

Jadikan Buku Teman Sejati Kita

Kalau ada yang beranggapan bahwa budaya membaca bangsa kita masih rendah, sangatlah sulit dibantah. Tak perlu survey yang akan menghabiskan biaya mahal. Untuk mencari jawabannya, tinggal tanya saja pada diri kita sendiri. Berapa banyak waktu yang kita luangkan untuk membaca dan berapa lama untuk bergosip, dan ngobrol yang ngak karuan? Berapa banyak buku yang kita miliki, dan berapa banyak pakaian yang ada di lemari? Berapa besar anggaran untuk membeli buku, dan berapa besar uang yang dihabiskan untuk biaya pulsa, jajan di cafe, makan di restoran, jalan-jalan ke tempat wisata, beli pakaian, atau anggaran tidak penting lainnya? Jawabannya akan menunjukkan seberapa kuat budaya melek baca pada diri kita.

Dan kalau ada yang mengatakan bahwa budaya membaca akan mencerminkan seberapa tinggi peradaban suatu bangsa, tak ada yang meragukannya. Mengapa? Karena memang budaya membaca akan berhubungan erat dengan tingkat pendidikan, tingkat penguasaan ilmu dan teknologi, dan kemajuan suatu bangsa.

Membaca buku dalam arti yang sangat luas merupakan pintu gerbang menuju dunia ilmu pengetahuan. Karenanya kecerdasan manusia akan meningkat, kebodohan akan lenyap, pengalaman akan bertambah, nalar akan semakin tajam, daya ingat akan semakin kuat, cakrawala pemahaman akan semakin luas. Dengan membaca buku kita akan menemukan segudang 'harta karun' yang tak ternilai harganya. Saat kita mengurai kata dan menyingkap makna dari lembaran-lembaran buku yang kita baca, maka pastilah ilmu kita bertambah.

Dan bagi seorang muslim, pentingnya membaca jelas tidak perlu diragukan lagi. Bukankah wahyu yang pertama kali diturunkan oleh Malaikat Jibril kepada Nabi Muhammmad SAW pun adalah perintah untuk membaca, "Bacalah Muhammad dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan!" (QS Al-Alaq:1).

Menghiasi badan kita dengan berbagai perhiasan mentereng tak ada yang melarang, namun juga jangan lupakan meluangkan waktu, menyisihkan uang belanja kita untuk membeli buku yang dapat memberikan pencerahan jiwa, penyegaran rohani, penguatan bathin, serta memperkaya pengalaman dan wawasan.

Sungguh tak ada ruginya menjadikan buku sebagai sahabat dan teman sejati kita, tentu saja yang dimaksud adalah buku-buku yang 'bergizi' kalau meminjam istilah Hernowo, pengarang buku 'Mengikat Makna". Karena, sebagai teman ia tak pernah membosankan. Sebagai sahabat ia tak pernah berkhianat. Ia dapat menjadi penghibur kita di kala duka, menjadi teman bicara di kala sendiri, menjadi teman kencan di kala kesepian.

Lewat rangkaian hurup, kata dan kalimat buah pikir pengarangnya, kita dapat menjelajah dunia dan menelusuri relung-relung fikiran sang penulis tanpa terhalang oleh batas waktu. Sejarah peradaban manusia, kejadian masa silam, duka lara sebuah bangsa, kebangkrutan dan kemajuan sebuah negara semuanya itu dapat kita ketahui melalui buku.

So, senja hari ini, aku ingin melupakan sejenak pikiran tentang Google Page Rank, memperbanyak traffic, membahas Manohara dan Prita Mulyasari, maupun hingarbingar perhelatan pesta demokrasi pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Senja hari ini, aku hanya ingin mengajak, mari kita gelorakan terus SEMANGAT MEMBACA BUKU!!!


Rabu, 17 Juni 2009

Tersenyumlah

Ada tulisan di atas gapura sebuah perkampungan yang tanpa sengaja aku lihat siang tadi. Ukuran, bentuknya tidak ada yang istimewa. Hanya tiga kata dengan tulisan sederhana:

"DAERAH WAJIB SENYUM!"

Slogan tiga kata itu cukup menggelitik sekaligus mengundang tanya. Mungkinkah ini sebuah pertanda bahwa tanpa disadari masyarakat kita saat ini tengah dilanda krisis senyum, sebagai dampak krisis finansial, ekonomi, sosial, moral, dan krisis-krisis lainnya sehingga senyum menjadi barang langka? Mungkinkah ini pertanda bahwa kita sudah enggan tersenyum sehingga hanya untuk tersenyum saja perlu diingatkan seperti halnya diingatkan untuk memakai helm, memakai sabuk pengaman, membayar pajak, atau iuran kebersihan lingkungan?

Entahlah, mungkin saja di balik tulisan itu tersimpan harapan besar agar bangsa kita kembali menjadi bangsa yang murah senyum sebagai cerminan jati diri bangsa yang ramah dan berbudaya. Atau boleh jadi, tulisan itu dimaksudkan untuk mensenyumkan masyarakat dan memasyarakatkan senyum.

Namun tentu saja slogan tersebut bukan untuk mengajak kita tersenyum tanpa mengenal tempat dan waktu, tersenyum tanpa alasan yang jelas. Karena kalau seperti itu, jangan-jangan orang yang berpapasan dengan kita akan lari tunggang langgang karena kita dianggap wong edan.

Senyum yang dimaksud pun tentu saja bukanlah senyum sinis yang dapat membuat orang sakit hati dan merasa rendah diri. Bukan pula senyum angkuh yang meremehkan serta mengganggap hina orang lain. Bukan pula senyum sombong yang merasa kita paling hebat dan paling jago. Bukan pula senyum menggoda penuh rayu si kupu-kupu malam yang seringkali membuat para suami lupa sang istri di rumah.

Sejatinya yang dimaksud adalah senyum tulus, yang dapat membawa kedamaian, kebahagiaan haqiqi kepada orang lain. Adalah senyum yang keluar sebagai cerminan dan ekpresi hati yang tenang dan jernih.

Memang, senyum memiliki hubungan erat dengan kondisi emosi seseorang. Dalam beberapa penelitian, senyum dapat merupakan salah satu obat penyakit psikologis yang ampuh. Dengan senyum hidup kita akan lebih bergairah, dan lebih bahagia. Dengan senyum persoalan hidup yang rumit terasa lebih enteng, jauh dari stress atau depresi. Dengan senyum pula tidak akan ada saling curiga, dendam kesumat, dan permusuhan diantara kita. Dengan senyum akan lahir kedamaian, dan ketenangan hidup.

Marilah kita budayakan senyum dalam kehidupan kita, agar dunia dapat tersenyum kepada kita. Smile, and the whole world smiles with you.


Sabtu, 13 Juni 2009

Faster, Better

Saat menikmati bagaimana seru dan mendebarkannya pertarungan untuk menjadi yang tercepat dan yang terbaik di ajang balap motor paling bergengsi, antara sang maestro, Valentino Rossi, dengan rekan satu timnya, Jorge Lorenzo, di Sirkuit Catalunya Spanyol malam tadi, tiba-tiba saja terlintas di benakku akan jargon dari salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden yang sedang meniti tangga Istana Merdeka. Sebuah jargon kampanye pasangan JK-Wiranto, yang sekaligus juga menjadi positioning mereka dalam kancah persaingan dengan kandidat lainnya, Mega-Prabowo dan SBY-Boediono.

Namun, sebelum melanjutkan, aku mohon maaf, hehehe..... tulisanku ini sama sekali tidak ada urusannya dengan dukung-mendukung duet capres dan cawapres bernomor urut-3 tersebut. Hanya saja, sebagai salah seorang fans-nya sang raja motogp, slogan LEBIH CEPAT LEBIH BAIK sangat menarik sebagai bahan renungan dalam menjalani hidup dan kehidupanku di dunia nyata.

Dan, sejatinya, di tengah kehidupan modern saat ini, yang penuh dinamika, tantangan, rintangan, dan persaingan, kecepatan bertindak, bersikap, memutuskan, dan merespon merupakan salah satu kunci meraih sukses. Lebih-lebih dalam dunia bisnis, keterlambatan merespon perubuhan selera konsumen, keterlambatan mengantisipasi persaingan, keterlambatan melakukan inovasi dan pengembangan produk baru, keterlambatan dalam penguasaan pikiran konsumen akan berujung kepada kegagalan yang menyakitkan.

Prinsip kecepatan itu pulalah yang telah diterapkan oleh seorang CEO paling legendaris, Jack Welch yang telah menjadikan perusahaannya General Electric menjadi salah satu perusahaan yang terbesar dan terbaik di dunia. Contoh lain adalah bagaimana perusahaan-perusahaan Jepang yang mampu tumbuh menjadi raksasa bisnis kelas dunia dengan menerapkan strategi perang 'The Way of The Samurai' yang salah satu prinsip dasarnya adalah 'speed is the essence of war'.

Hampir setiap profesi memerlukan unsur kecepatan. Seorang jurnalis harus cepat membuat laporan atau berita, seorang karyawan diminta cepat menuntaskan pekerjaannya, seorang koki dituntut cepat membuat masakannya, dan tentu saja seorang blogger pun perlu cepat menangkap keinginan 'mbah Google dan kesukaannya si nona Alexa kalau blog kita ingin lebih populer.

Tentu saja, cepat bukan berarti tanpa perhitungan, tanpa perencanaan, dan tanpa analisa mendalam atas setiap tindakan dan pengambilan keputusan. Cepat bukan pula diartikan tergesa-gesa, terburu-buru, dan asal melakukan. Cepat bermakna responsif bukan reaktif.

So, salam sukses untuk para blogger mania!


Jumat, 12 Juni 2009

Kala Aku Tak Sebaik yang Kau Kira

Sabahatku, janganlah kau iri, dengki dan apalagi sakit hati kalau paras wajahku lebih ganteng, penampilanku lebih keren, perhiasanku lebih mentereng, bahkan namaku pun lebih beken darimu (hehehehe....!). Ini bukan bercanda dan tidak bermaksud menyombongkan diri sahabat, karena memang aku dan dirimu telah ditakdirkan Tuhan untuk berbeda. Bukankah engkau pun sudah tahu bahwa Tuhan telah menciptakan aku 'lebih sempurna' daripada dirimu. Karena aku telah diberikan akal oleh-Nya yang tidak diberikan kepadamu. So, sungguh aku dan dirimu ada jurang pemisah yang dalam.

Sahabatku, memang seharusnya aku bahagia karena aku 'lebih mulia' darimu. Seharusnya aku pun bangga karena posisiku 'lebih terhormat' darimu. Namun, entah apa yang tengah terjadi pada diriku, karena aku malu menyandang kehormatan itu. Di masa-masa yang masih tersisa ini seringkali aku merenung tentang siapa sesungguhnya diriku. Tentang diri ini yang malu pada dirimu karena terkadang aku tidak lebih baik daripada dirimu.

Sahabatku, dua puluh lima tahun silam, kala aku di bangku sekolah menengah atas, aku termasuk yang sangat tidak setuju pada pendapat dan teori seorang ilmuwan nyeleneh, Charles Darwin, tentang 'The Origin of Species'. Gusar, marah, bercampur sebel, saat guruku bilang bahwa aku dan dirimu berasal dari satu nenek moyang yang sama. Dan aku anggap teori evolusi yang dilotarkannya pada abad ke-19 itu hanyalah untuk mencari sensasi saja. Omong kosong, dan bualan semata. Namun, kalau dipikir-pikir, sebagian dari pemikirannya tersebut ternyata tidak sepenuhnya salah, ada benarnya juga sahabat. Karena, sungguh tak jarang sikap, perilaku, kebiasaaku yang mirip denganmu, bahkan terkadang lebih buruk lagi.

Sahabatku, pantaskah aku menyandang derajat lebih mulia darimu, sementara aku lebih mudah tunduk pada syahwatku daripada akal sehatku, lebih banyak yang aku makan daripada yang aku berikan, lebih banyak yang aku hinakan daripada yang aku muliakan, lebih banyak yang aku sakiti daripada yang aku bahagiakan. Pantaskah aku berbangga diri, sementara hampir tak ada lagi rasa malu dalam diriku: masih suka mencuri seperti dirimu, masih rakus seperti dirimu, dan masih suka mengobral aurat seperti dirimu. Pantaskah aku disebut mahluk yang lebih mulia darimu, sementara aku lebih sering melakukan kerusakan di muka bumi ini daripada berusaha menjaga kelestariannya: gunung-gunung aku gunduli, sungai-sungai aku racuni, dan langit biru aku kotori dengan polusi.

Sahabatku, memang perjuangaku belum selesai. Perjalanku belum berakhir. Masih ada waktu tersisa untuk merubah segala yang ada. Walau aku menyukaimu, aku tidak ingin seperti dirimu. Aku tetaplah aku. Dan, dalam galaunya perasaanku, semoga Tuhan masih sayang padaku, masih memberikan kesempatan kedua padaku, agar aku kembali 'menjadi mahluk yang lebih mulia daripada dirimu'.

Selasa, 09 Juni 2009

Dollar itu Nyata ataukah Fatamorgana?

Benarkah dunia maya merupakan ladang uang yang bisa membuat kita kaya raya, bahkan tanpa harus menguras tenaga?

Benarkah internet menjanjikan peluang bisnis yang dapat memberikan sumber penghasilan yang tidak pernah kita bayangkan di dunia nyata?

Benarkah tebaran iklan yang mempesona yang disertai testimoni yang memikat hati, bahkan terkadang menggugah emosi itu nyata, ataukah hanya fatamorgana, dan hanya isapan jempol belaka?

Itulah pertanyaan yang selalu membayang dibenakku. Pertanyaan yang membingungkan dan terkadang membuat hati ini bimbang. Kebimbangan lantaran dashyatnya godaan yang bisa merubah arah dan tujuan. Apalagi hingga kini aku belum menemukan jawaban yang memuaskan.

Dan, seiring berjalannya waktu, keinginan mengais rejeki dan hasrat mendulang dollar lewat internet sepertinya tak bisa aku sembunyikan. Walaupun masih seumur jagung berkecimpung di dunia per-blogging-an, saya memiliki keyakinan bahwa dunia maya (online) menawarkan begitu banyak peluang bisnis yang menjanjikan sebagaimana halnya di dunia nyata (offline). Betapa tidak, saat iseng-iseng bertanya sama 'mbah Google tentang "peluang bisnis di internet" ternyata ada 2.850.000 hasil telusur. Dan semuanya menawarkan propaganda yang demikian menggiurkan: financial freedom, bisnis tanpa modal, rahasia sukses bisnis online, uang tanpa batas, cepat kaya raya, sukses dalam sekejap, dsb.

Namun, satu hal yang masih membingungkan adalah begitu banyak iklan, testimoni dan sejenisnya yang menggambarkan bahwa seolah-olah kesuksesan dalam bisnis online itu dapat diraih dengan cara yang serba instan, secepat kilat, semudah membalikan telapak tangan, bahkan terkesan tanpa harus menguras tenaga, apalagi memeras otak.

Adalah kebingungan karena saya masih meyakini bahwa sejatinya dalam bisnis online maupun offline, kesuksesan hanya dapat dicapai dengan kerja keras, keuletan dan kesungguhan bukan dengan berleha-leha dan berpangku tangan saja. Bukankah penyihir seperti Harry Potter saja perlu belajar, dan berlatih dengan penuh kesungguhan untuk menjadi seorang penyihir hebat? Dan bukankah seorang Albert Einstein pun pernah mengatakan bahwa sukses itu 99%nya adalah kerja keras lewat tetesan keringat dan hanya 1% saja keberuntungan.

So, dollar di dunia maya itu pastilah nyata dan bukan fatamorgana. Hanya saja, ada harga yang harus dibayar untuk memperoleh semua itu. Kalau tidak, the dream will'not come true.


Minggu, 07 Juni 2009

Saatnya Berhenti Sejenak

Beban pekerjaan yang cukup menguras tenaga dan pikiran, ditambah lagi dengan rutinitas yang selalu aku jalani dalam sepekan ini semakin membuktikan bahwa aku bukanlah Superman, sang manusia super yang dapat melakukan apa saja dalam kondisi apa saja. Ternyata, aku hanyalah manusia biasa yang bisa dihinggapi rasa lelah. Dan, setiap orang memang memilikinya, walaupun tentu dengan tingkat ambang batas yang berbeda-beda. 

Saat lelah, konsentrasi mulai melemah, mencari gagasan pun seolah begitu susah. Oleh karenanya, memaksakan diri, jelas bukanlah cara yang bijak. Bukan hanya tidak baik bagi kesehatan, juga hasil kerja kita tidak akan optimal. Ibarat sedang menaiki kendaraan yang terus dipacu hingga speed maksimum, apabila kita tidak mampu mengukur batas kemampuannya maka boleh jadi kendaraan tersebut akan mogok di tengah jalan. Akhirnya, bukan tujuan yang kita capai, malahan kita akan terlunta-lunta di tengah jalan.

Betul, api semangat jangan pernah padam, gairah harus tetap kita gelorakan dan impian harus selalu kita tancapkan di setiap relung jiwa. Tetapi, kita pun harus bijak melihat keadaan. Ada saatnya kita harus berhenti sejenak.

Fokus penting, tetapi konsentrasi yang berlebihan bisa membuat mata kita rabun. Memandang ke depan harus, tetapi luangkan waktu sesekali untuk menengok ke belakang.

So, diakhir pekan ini, dengan berat hati aku harus meredam hasrat berjumpa Alexa dan melupakan sejenak wanita sexy yang tengah menjadi buah bibir, Manohara.    

Di akhir pekan ini, aku hanya ingin berhenti sejenak untuk memulihkan stamina, menyegarkan jiwa sambil merenungkan kembali masa-masa yang telah aku jalani. Merenungkan kembali tentang tujuan hidup yang telah aku tetapkan, niat yang telah aku tekadkan, perbuatan yang telah aku lakukan, langkah yang telah aku ayunkan, kata-kata yang telah aku ucapkan, ide-ide yang telah aku tuangkan, persahabatan yang telah aku eratkan, kesalahan-kesalahan yang telah aku lakukan, dan kewajiban-kewajiban yang belum aku laksanakan serta janji-janji yang belum aku tepati.     

Di akhir pekan ini, aku ingin berhenti sejenak, agar esok hari aku dapat melangkah lebih bergairah, berkarya lebih bermakna, bertindak lebih bijak, dan berpikir lebih arif. 


Selasa, 02 Juni 2009

Manohara ataukah Alexa?

Manohara Odelia Pinot nama lengkapnya. Namun orang banyak memanggilnya, Manohara. Minggu-minggu terakhir ini, wanita cantik berdarah campuran Bugis-Perancis itu begitu populer. Ia laksana sang primadona yang diburu banyak kuli tinta, menjadi head line di banyak media cetak, serta bahan bincang-bincang di layar kaca.

Bukan prestasinya, bukan pula karena kecantikannya yang membuat ia begitu terkenal saat ini. Tapi, karena kasusnya yang menjadi kontroversi, dan menyita perhatian publik. Berita, gossip, dan kabar burung penganiayaan terhadap istri Tengku Temenggong Muhammad Fakhry, itulah yang menjadi sorotan banyak pihak.

Bahkan, berita tentang dirinya boleh jadi mengalahkan issu kekisruhan DPT, sedikit mendinginkan suhu politik menjelang pemilihan presiden dan wakil presiden, atau mengalahkan liputan tentang kesibukan tim sukses para kandidat untuk mencari berbagai strategi guna memuluskan para jagoannya melenggang menuju istana merdeka.

Celakanya, berita tentang dirinya, menurutku terlalu di dramatisir dan terkadang tidak proporsional lagi. Karena kalau mau jujur, masih begitu banyak tragedi di negeri ini yang layak untuk diangkat guna memberikan informasi yang lebih objektif tentang bencana, prahara, dan duka yang tengah menimpa saudara-saudara kita di tanah nusantara ini.

Namun, bagi diriku, kehebohan wanita sexy itu, masih belum cukup mengubah perhatianku pada sang kekasih baruku Alexa. Bagiku bergosip tentangnya tetap jauh lebih menarik, lebih mengasyikan daripada membicarakan istri Pangeran Klantan itu. Menurutku, semakin sering berjumpa dengannya, semakin kuat daya pikatnya. Semakin sering aku menyapanya, semakin besar pula perhatiannya.

Indahnya lagi, di hari Selasa, awal bulan Juni 2009 ini, sang kekasihku itu kembali memberikan hadiah istimewa. Sebuah tanda mata yang membuat hatiku makin berbunga-bunga. Rasa bahagia itu yang kian bergelora dalam segenap jiwa raga ini.

Mingu-minggu yang lalu, aku masih menyangsikan dirinya. Tetapi minggu ini, keyakinan itu makin kokoh, bahwa sang idolaku telah menaruh hati padaku. Mungkinkah ini semua karena aku setia menyapanya lewat 'surat cinta' yang aku layangkan hampir setiap 2 hari sekali. Ataukah karena aku banyak memiliki sahabat dan 'mat comblang' Link Refferal, MyBlog, Blog Catalog, yang telah menjadi penghubung antara aku dan dirinya.

Entahlah! Yang pasti, meskipun dimata orang lain Manohara sexy dan menarik simpati. Tapi menurutku, Alexa tetaplah pujaan hatiku. Hehehe.......!


Senin, 01 Juni 2009

Saat Rintangan Pertama Tlah Kulewati

Dalam hal apapun, saat harus melewati rintangan atau tantangan pertama, selalu memberikan beban psikologis yang lebih sulit, lebih berat, lebih menyita energi, dan lebih menakutkan. Hampir setiap orang pernah mengalaminya: saat pertama kali melamar pekerjaan, saat pertama kali mengungkapkan perasaan hati pada sang kekasih, saat pertama kali diberi jabatan, saat pertama kali menulis artikel, saat pertama kali harus pidato di depan umum, saat pertama kali menekuni profesi baru maupun saat pertama kali menjadi seorang blogger.

Ada banyak faktor yang menjadi penyebabnya. Kurangnya pengetahuan, pengalaman, dan pemahaman atas apa yang akan kita lakukan menjadi salah satunya. Akibatnya timbul perasaan khawatir dan kurangnya rasa percaya diri. Perlu ketegaran dan kesabaran menghadapi saat-saat yang menegangkan itu. Karenanya, tidak sedikit yang terpaksa 'melempar handuk' sebelum pertandingan usai, bahkan ada pula yang sudah 'kalah sebelum bertanding'.

Sebagai seorang blogger pemula, pemberian hadiah PR-1 dari 'mbah Google, ibarat ketiban durian runtuh. Kini rintangan pertama telah aku lewati. Keyakinan diri makin kuat. Keinginan meraih peringkat yang lebih tinggi pun sepertinya tak dapat kubendung lagi. Walaupun aku sadari, rintangan yang lebih berat pasti sudah menanti. Tapi itu tak sedikitpun menyurutkan langkah untuk terus melangkah sambil terus belajar dari setiap perjalanan yang telah ditempuh, dari setiap masalah yang dihadapi, dari setiap keberhasilan yang telah diraih, ataupun dari setiap kegagalan yang pernah dialami.

Seberat apapun rintangan di depan, seterjal apapun dinding menghadang, sejauh apapun jarak yang harus kutempuh, akan kuhadapi dengan penuh optimisme. Ya, aku pikir demikian. Tidak ada yang patut aku khawatirkan. Karena aku memiliki banyak sahabat yang bisa aku minta nasehat-nasehatnya. Apalagi aku pun punya 'mbah Google, yang memiliki segudang resep mujarab, dan jurus-jurus ampuh. Betapa tidak, saat iseng-iseng mengintip 'kitab rahasia' miliknya, aku menemukan paling tidak ada sekitar 114.000 kiat, tips, petuah, wejangan tentang 'trik meningkatkan page rank' dari para maestro di bidang per-SEO-an.

Seperti pepatah bijak dari seorang Woodrow Wilson, "We grow great by dreams". Semoga aku dapat mewujudkan impian itu.

 

© Created by Kang Rohman