Jumat, 01 Mei 2009

Renungan Kematian

Walaupun judulnya bisa membuat bulu kuduk meriding, tulisan ini bukanlah resensi tentang film horor. Bukan pula uraian khutbah jum'at para khatib di mimbar-mimbar mesjid. Buka pula ceramah para kiyai, para ustad di acara siraman rohani para jamaahnya.

Ini hanyalah renungan di hari jumat dari seorang pengembara hina. Renungan seorang hamba di dunia fana yang hatinya sedang resah, jiwanya sedang gundah-gulana.

Yang sedang resah karena tidak yakin esok hari masih bisa menulis lagi, blogwalking ke tetangga dan sahabat, atau chatting dengan kawan lama. Yang sedang resah karena kematian dapat datang kapan saja dan tak ada seorangpun yang dapat menolaknya. Kematian tak dapat ditawar dengan segudang intan permata, ataupun bujuk rayu. Kematian tak mengenal belas kasihan. Kematian tak peduli dengan para penjaga di sekeliling. Kematian dapat menembus tebalnya tembok baja, dan kokohnya dinding besi. Kematian telah dituliskan dalam buku catatan Tuhan.

Adalah renungan seorang pengembara hina yang jiwanya sedang gundah-gulana karena masa-masa yang dijalaninya, semuanya seolah hampa tanpa makna. Hampir tak ada waktu tersisa untuk mengenal siapa pencipta dirinya. Hampir tak ada ruang terbuka untuk menerima hidayah-Nya. Hampir tak ada waktu untuk mensyukuri nikmat yang telah diberikan oleh-Nya. Hampir tak ada keinginan untuk bersujud dan menyembah pada-Nya. Bahkan hampir tak ada kerelaan dan kesabaran atas segala ujian dan cobaan yang berikan oleh-Nya.

Yang ada hanyalah nafsu menumpuk harta benda, merangkai keinginan tanpa batas. Yang ada hanyalah mengeluh dan mencari kambing hitam. Yang ada hanyalah hasrat mencerca dan menghina sesama. Yang ada hanyalah syahwat angkara membara.

Adalah jiwa yang terlena oleh manisnya dunia, harumnya aroma anggur-anggur memabukan, megahnya istana para raja, dan gemerlapnya intan permata. Adalah kegundahan seorang pengembara ketika kematian datang menjemput, sementara kehinaan masih menghiasinya, lumpur-lumpur dosa masih mengotorinya, dan pintu-pintu tobat belum diketuknya.

Ini hanyalah renungan sekaligus pengharapan seorang pengembara hina, agar masih ada waktu tersisa sebelum kematian datang di depan mata.

0 komentar:

Posting Komentar