Kamis, 23 April 2009

Renungan di Hari Kartini

Bagi kaum perempuan, tanggal 21 April, merupakan momen yang paling bersejarah. Adalah seorang perempuan Kartini, yang berhasil meletakan tonggak sejarah baru bagi sebuah gerakan yang menuntut persamaan hak antara kaum perempuan dan laki-laki, atau yang kita lebih kenal dengan emansipasi.  Sebuah semangat perubahan dalam upaya mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan.  

Bertepatan dengan peringatan Hari Kartini, catatan di pagi hari ini, tidak dimaksudkan untuk menceritakan sosok Kartini yang telah memberikan begitu banyak inspirasi, semangat, motivasi bagi kaum perempuan di negeri ini dalam memperjuangkan hak-haknya di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya, hukum dan bidang kehidupan lainnya.         

Bagi seorang yang tidak begitu memahami sejarah Kartini, tulisan ini pun tidak dimaksudkan untuk mempertanyakan apakah gerakan emansipasi yang diperjuangkan oleh para aktivis kaum perempuan itu tidak salah kaprah dan tidak menyalahi fitrah sebagai kaum perempuan?. Ataukah gerakan emansipasi yang diperjuang oleh mereka masih sejalan, sejiwa, searah dengan apa yang diinginkan oleh sang pelopor, Ibu Kartini kala itu?. 

Entahlah... 

Yang pasti saya hanya sedang merenung..... seperti apakah sosok pejuang Kartini masa kini. Apakah sosok kartini sejati hanya mereka yang berada di puncak karir, di puncak popularitas, di puncak tangga kehormatan dengan sederet prestasi dan prestise yang disandangnya? Apakah sosok kartini sejati hanya milik mereka yang duduk di singasana emas bermahkotakan intan permata? Apakah sosok kartini sejati hanya milik mereka yang ingin meyakinkan bahwa mereka sama hebatnya seperti kaum hawa? 

Entahlah .....

Yang pasti, menurutku, sosok Kartini sejati adalah ibuku, nenek dari anak-anakku. Dialah perempuan yang tidak pernah bercerita sedikitpun tentang siapa itu Ibu Kartini, dan apakah itu emansipasi apalagi yang namanya kesetaraan gender. Dialah perempuan yang bangga dan bahagia dengan keperempuanannya. Dialah perempuan yang 24 jam waktunya dihabiskan untuk anak-anak dan keluarganya. Dialah perempuan yang menyuapi, menceboki, memandikan anak-anaknya dengan penuh keikhlasan. Dialah perempuan yang mengajarkan anak-anaknya membaca, mengaji, dan memberi petuah bijak kehidupan. Dialah perempuan yang kasih sayang pada keluarganya mengalahkan semua jargon-jargon tentang emansipasi.

0 komentar:

Posting Komentar