Selasa, 17 Maret 2009

Saat Tak Bisa Memilih


Setiap orang pasti memiliki impian, cita-cita dan harapan terbaik dalam hidupnya; pendidikan, karir, bisnis, keuangan, pasangan hidup dan bidang lainnya. Namun apa dikata, terkadang dunia nyata bercerita lain. Adakalanya harapan dan kenyataan tak seiring sejalan. Impian tak pernah datang menjelma.

Kalau orang berkata HIDUP ADALAH PILIHAN, benar adanya. Hanya saja pada suatu ketika kita terkadang dihadapkan pada situasi dan kondisi di mana kita TAK DAPAT MENENTUKAN PILIHAN kita sendiri. Seseorang yang 'terpaksa' memilih universitas yang bukan impiannya. Seorang sarjana yang 'terpaksa' menerima pekerjaan yang dibayangkan sebelumnya. Atau seseorang yang 'terpaksa' menikahi pasangan yang bukan cinta pertamanya.

Lantas apa yang akan kita lakukan manakala menghadapi situasi seperti ini? Apakah kita hanya duduk termenung, menyesali diri, putus asa, dan berharap keajiban datang? Apakah kita akan terus menerus merindukan bulan dan bintang diangkasa sementara menyia-nyiakan bumi tempat kita berpijak? Ataukah kita akan terus menerus menanti hidangan istimewa sementara sepotong roti tawar dan segelas air telah terhidang sebagai penawar lapar dan dahaga?

Tentunya tidak perlu kita memboroskan waktu yang begitu berharga hanya untuk menghayalkan situasi yang berbeda, mengeluhkan. menyayangkan serta menyesali diri. Richad Carlson, PhD. dalam bukunya Don't Sweat Small Stuff mengingatkan bahwa cara begini selain kontra produktif juga dapat menyebabkan stress.

Sikap terbaik adalah kita harus realistis, menerima dengan lapang dada dan jiwa besar, tulus dan iklhas atas pilihan hidup yang tersedia. Karena boleh jadi pilihan itulah yang terbaik bagi kebahagiaan hidup kita. Bukankah Allah telah berfirman, "Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu. Dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu".

Sukses dan bahagia selalu...!

0 komentar:

Posting Komentar